Untuk menghabiskan anggaran tahunan, perusahaan
kami berniat membeli beberapa peralatan kantor berupa komputer dan
beberapa perlengkapan lainnya. Aku diperintahkan untuk melakukan survey
ke Jakarta, untuk melihat-lihat spesifikasi macam apa dan berapa harga
yang layak dikeluarkan oleh perusahaan nantinya. Sekalian menikmati
lIburan akhir pekan, aku berangkat hari Jumat siang dari stasiun
Tawang, Semarang dengan kereta Argo Muria menuju Gambir, Jakarta. Ah
nikmatnya kereta ini. Sepanjang 6 jam perjalanan aku habiskan waktu
untuk membaca, makan atau tiduran sambil sesekali melihat orang tampan
atau cantik yang bisa kubawa dalam mimpi-mimpiku.
Sampai di Gambir jam 8 malam. Terus terang, walaupun sudah cukup
sering aku ke Jakarta, aku masih tidak begitu hafal arah kemana untuk
mau ke mana. Sebaiknya aku ambil saja taksi. Aku ingin hotel yang tak
terlalu jauh dari Gambir, sehingga saat pulang nanti aku nggak perlu
buru-buru. Dari teman di kantor aku disarankan tidur saja di Hotel
Aston di kawasan Atrium Senen.
Untuk gampangnya aku naik saja salah satu taksi yang mangkal di
situ. Aku taruh tas cangkinganku di jok belakang dan aku duduk di
samping sopir. Aku pengin menikmati pemandangan Jakarta di waktu malam.
Begitu keluar pintu Gambir, duh.., kemacetan lalu lintas nampaknya
telah membayangi taksiku ini.
"Kemana Oom?", tanya sang sopir.
"Ke Senen, ke Hotel Aston. Tahu kan?".
Kami berjalan merembet seperti siput menuju ke arah lapangan
Banteng. Aku agak kesal juga. Rasanya buang waktu banget. Supaya agak
relaks aku tarik mundur dan telentangkan jokku. Ah, nyamaann..
Lhoo.. Aku baru menyadari. Ternyata sopir taksi ini keren banget.
Tangannya yang meraih stir itu.., woo, bulunya lebat juga..
Rasa-rasanya dia anak dari Ambon atau Flores. Wajahnya sangat tampan
dengan rambutnya yang terurai lepas. Ah, sopir kok kerennya seperi Bon
Jovi, sih. Aku jadinya pengin ngisengin juga nih. Kulemparkan banyak
pertanyaan.
Mas, suka nganterin penumpang cewek-cewek nggak?! Kemana mereka?
Ada nggak yang bisa dikenalin saya?, dan berbagai pertanyaan lainnya
untuk menggiring ke arah keinginanku sendiri.
Dalam posisi duduk telentang tanganku mulai beraksi mengelusi
tonjolan celanaku yang mulai merasa gatal dan sesak karena ngaceng
melihat tangan berbulunya itu. Aku terus berbicara agak
nyerempet-nyerempet ke arah-syahwat dan erotisme. Lama kelamaan
sepertinya pembicaraan sepanjang kemacetan ini mempengaruhi Mas sopir
juga.
"Berapa lama lagi nyampai ke hotel, Mas?", aku tanya.
Dia jawab se-enaknya, "Tenang saja, Oom. Biar 2 jam lagi juga
biarin aja. Aman, kok. Lagian cerita lagi aja, Oom. Asyik ceritanya
tadi"
Woo, benar khan?! Dia sudah terpengaruh bicara-bicaraku. Kembali
aku mengelusi gundukkan celanaku. Wehh.. Weeh.. Ternyata Mas sopir
Flores ini dengan sedikit melotot memperhatikan tanganku. Dan sesaat
kami bertumbuk pandang. Aku sedikit kaget mengangkat alisku. Dia..?
Ah.. Ternyata menjawab dengan alisnya pula. Haa.. Itu khan kode cinta
sejenis. Kami ternyata sama-sama senang teman sejenis. Dan, langsung
tangannya merabai pahaku, bahkan ikut mengelusi gundukkan celanaku,
"Ngaceng, ya, Oom?!", nampak mencari kepastian.
"Hheechh..", aku menggumam, " Dimana bisa..?", aku berbisik dalam desahan.
"Di kamar Oom saja, sebentar lagi nyampe di Hotel Aston, kok. Tuuh,
sudah nampak pucuknya", ia menunujukkan puncak atap Hotel Aston.
Kemudian tangannya tak lagi sungkan meremasi penisku dari gundukkan
celanaku. Aku sendiri makin kepingin untuk lekas menciumi tangan-tangan
berbulu itu. Aku coba rogoh juga kemaluannya. Agak susah karena ada
batang kemudi. Lho, lho. Lho.. Mas sopir ini kok malah membuka kancing
celanaku. Rupanya sudah nggak sabar juga,
"Masih macet, Oom. Lihat ini dulu ya..", sambil merogoh penisku.
Dari celana dalamku, di rogoh dan tariklah penisku yang memang
sejak tadi sudah ngaceng terus," Wwwuu.. Gede banget Oom.. Asyik
banget..".
Loh, taksinya malahan dia bawa ke pinggir. Kapan sampainya ke hotel, nih. Lampu sen kirinya, diip.. Diip.. Diip..,
"Percuma buru-buru Oom".
Kok, jadi dia yang ngatur. Tetapi jelas aku nggak nolak. Rupanya dia kebelet banget setelah melihat penisku.
"Wuuhh.. Gedenya.. Dari mana sih, Oom. Orang mana? Oohh, Semarang. Biasanya orang Jawa sabar banget, loh".
Begitu mobil menepi dia langsung membungkuk dan mulutnya nyosor ke
penisku yang memang telah menunggu-nunggu kesempatan macam ini. Ah,
ramahnya Jakarta..
Dan tangannya yang berbulu itu menggeser-geser pada perutku. Aku
jadi terangsang banget. Heran juga, dalam kesIbukkan Jakarta yang
demikian tinggi, orang-orangnya bisa memanfaatkan kesempatan dalam
kesempitan. Sosok tampan ini rupanya berpengalaman membaca
penumpangnya.
Heech.. Heechh.. Heecchh. Terdengar dengus memburu. Dia
mengangguk-angguk mengisapi dan menjilati penisku. Duh.. Bukan main
nikmatnya. Sambil menyaksikan kepadatan Jakarta dan tanpa khawatir
dilihat orang dalam keremangan lampu jalan ini. Ah, syahwatku
terdongkrak. Reflek tanganku merogoh arah bokongnya yang nungging itu.
Kucari lubang pantatnya yang penuh bulu itu. Kuelusi dengan jari-jariku
sesaat untuk kemudian jari-jari tengahku menembusi duburnya. Hangat dan
licin. Dia kembali mendengus. Pasti ke-enakan. Sesaat kutarik. Hidungku
pengin mengendusnya. Ah.. Ngalahin 'clinique happy' for men dari Paris.
Hidungku mengembang untuk menghirup sebanyak-banyaknya. Kemudian aku
mengulum jari tengahku itu. Ooohh.. Ampuunn.. Nikmat bangett.
Deerrtt.., ah HP-ku. Kuraih dari kalungnya, pencet tombol dan..,
"Sudah nyampe..? Jangan main cewek ya.. Selamat. Aku tunggu kabar. OK?".
Rupanya boss perlu cek anak buahnya. Sopir taksiku tak acuh.
Terus saja dia menikmati jilatan dan kuluman bibir dan lidahnya
pada batang penisku. Kurasakan dia mengisep-isep kepalanya. Dia
menyedoti 'precum' yang terus membanjir.
Dan kini saatnya muncrat.. Crot.. Crott.. Crott.. Duh enak banget.
Dan, ohh. Rakus banget nih sopir. Dengan kesetanan berusaha menangkap
seluruh cairan air maniku. Dia telan seluruhnya. Yang tercecer dia
jilati.
"Oooaahh.. Enak banget pejuh Oom. Trim's ya..".
Dia bangun dan kembali memegang stir taksinya. Dia mau bergerak
lagi. Terserah. Aku sendiri sementara reda. Syahwatku lumayan sudah
tersalur.
"Ini bagaimana?", aku kini yang meraba-raba penisnya di balik celananya.
"Iyyaa.., aku pengin Oom nanti jilati di hotel ya..?!".
Aku menikmati banget awal masuk Jakarta sekarang ini. Sebentar lagi
aku akan merasai nikmatnya lelaki tampan Flores ini. Akhirnya sampailah
di Aston. Taksinya langsung masuk ke basement untuk parker. Kami telah
sepakat untuk tidur sama-sama malam pertama di Jakarta ini. Tidak
semalaman sih, dia mesti balik ke pool selambat-lambatnya jam 2 pagi
nanti. Masih banyak waktu.
Sesudah masuk kamar, aku ajak dia makan. Di depan Aston ada warung
Padang yang nampaknya lezat makanannya. Kami makan kenyang. Dia terus
menatap aku. Dia bilang aku jantan banget. Aku juga balik bilang dia
tampan. Aku bilang mau minum kencingnya. Atau nyebokin kalau dia mau
berak nanti. Dia nggak percaya omonganku. Aku suka sekali, kataku.
Urine itu sehat, lho. Baca tuh, Buku 'Terapi Urine', karangan dokter
yang doctor. Cari di Gunung Agung atau Gramedia. Banyak orang
menggunakan metode minum air kencing untuk kesehatan. Aku nggak
terusin. Rasanya dia juga tahu.
Kami balik ke hotel. Begitu klek.. Aku kunci pintuku. Kami langsung
berpagutan. Duh, rambut-rambut pendek di sekujur dagu dan lehernya
menggelitik bibirku. Aku nafsu banget. Tanganku langsung melepasi ikat
pinggangnya, kemudian busananya. Ah, tampan banget sopir ini. Oh, ya,
namanya Ramin. Osna Ramin, lengkapnya. Aneh ya namanya?!
Kugigiti dadanya, dia melenguh penuh nikmat. Kudorong ke tempat
tidur. Aku merangkaki sambil melepasi pagutan demi pagutan di sekujur
tubuhnya. Aku akan buat dia panas dingin. Bibir dan lidahku belum akan
mengolah wilayah kemaluannya. Sengaja celana dalam (CD)-nya yang
nampaknya sudah dekil itu belum aku renggut dari tempatnya. Lidahku
ingin menjelajahi punggungnya, bokongnya, lubang pantatnya. Aku sangat
pengin menciumi lubang duburnya yang pernah kutangkap aromanya tadi
saat macet di jalanan. Dia menyerah saja apa yang kumaui. Kubolak balik
tubuh indahnya. Semua celah-celah yang menebar aroma kujelajahi dengan
lidah, bibir dan hidungku. Aku sendiri kembali ngaceng berat.
Kini dalam tengkurap, kuangkat bokongnya. Dia yang tahu maksudku
langsung nungging. Bokongnya yang masih terbungkus CD-nya langsung
menantang mukaku. Pelan aku melepaskan jilatan pada tepi-tepi CD-nya.
Sesekali hidungku nyungsep ke celah bokong tampan itu untuk menyergap
aromanya. Hati-hati tanganku mulai menguak dan melorotkan CD-nya yang
kumal itu sambil diikuti rambatan lidah, bibir dan hidungku. Uhh,
lubang analnya yang dikitari lebat bulu-bulunya sungguh sangat menawan.
Berkerutan menuju pusat lubang. Warnanya memerah. Dan sehat banget.
Maksudku masih kenceng. Jarang disodomi. Aku langsung cium dan jilati
dubur itu. Dia merintih sambil tangan kanannya berusaha meraih rambutku
untuk diremasinya.
Pada puncaknya dia terbakar. Bangun dan mendorong kemudian ganti
memaksa aku untuk nungging. Kupikir dia akan melakukan seperti yang aku
lakukan. Ternyata dia langsung menembak pantatku. Penisnya yang gede
membuat pantatku terasa pedih dan panas. Tetapi aku sangat puas. Dia
muncratkan spermanya di dalam anusku.
Malam itu kami lewati dengan kembali memuntahkan spermaku ke
mulutnya. Dan menjelang dia pulang ke pool dia kencingi mulutku. Dia
janji akan balik lagi. Bull shit. Aku terbiasa di bohongi gay.
Aku simpan sebagian air kencingnya dalam gelas hotel. Baunya
uuihh.. Sangat keras. Besoknya aku minum sambil onani. Sesudah makan
pagi aku meluncur ke Dusit, Mangga Dua. Semua yang kucari, kudapatkan.
Bahkan ada bonus untukku. Pedagang itu, China yang tambun. Sekitar 40
tahun. Dia mengedipkan matanya.
Aku tahu maksudnya. Akhirnya kami makan siang bersama di lantai
bawah. Dia bilang tertarik padaku begitu melihat saat aku memasuki
tokonya. Dia suka tampang Jawa macam aku. Bibir tebal dan kulit coklat.
Dia tawarkan untuk mengantar aku ke hotel. Ah.. Ramahnya Jakarta..
Kami bergelut hingga senja. Penisnya nggak disunat. Saat di buka
kelopaknya, nampak kejunya nempel pada sekeliling leher kepala
penisnya. Aku suka banget. Jarang aku ketemu penis macam ini. Sebelum
pulang dia juga kencingi mulutku macam sopir itu. Dan ini memang
kesukaanku. Aku juga tampung ke gelas hotel. Ah.. Si China tambun..
Enak juga penismu..
Sesungguhnya aku pengin santai sama dia sampai malam. Aku tawarkan
tidur saja di kamarku. Dia nggak bisa karena ditunggu istrinya. Aku
maklum.
Malam itu aku iseng melihat-lihat etalase di Mall Atrium yang
lokasinya tepat di samping hotel. Aku naik ke Gunung Agung. Bergaya
lihat-lihat buku aku cuci mata. Aku dengar tempat ini ramai gay-nya.
Muda, tua, SMU, hitam, bule dan lain-lainnya. Aku pikir benar.
Nampaknya banyak pria yang luntang-lantung cari mangsa. Aku nggak
selalu merespon mereka.
"Hati-hati di Atrium", begitu wanti-wanti teman priaku di Semarang.
"Mereka suka jebak kita untuk uang".
Capai nonton buku aku kebelet kencing. Duh, sesak benar toilet di
sini. Orang-orang kencing berjejer. Saat itu ada orang, ah, anak SMU
kayaknya. Dia tanpa sungkan ngelongok aku kencing. Ah, rupanya di sini
mereka ber-operasi.
"Gede banget, Oom", dia buka bicara. "Kamu juga," jawabku sakenanya.
Saat keluar dia barengi aku. Kami ngobrol. Anak ini nampaknya agresif banget dan kalau ngomong ceplas-ceplos saja.
Dia ngajak aku naik ke lantai parkir di atas gedung. Kuikuti. Aku
pengin tahu. Di atas lampu kuning temaram seperti terang bulan. Nampak
logo dan neon sign hotel Aston di arah samping. Dia mengajak aku ke
pojok dinding di bawah papan reklame besar. Dia bilang nggak minta
uang. Bahkan mengajak makan sesudah dia dapatkan apa yang
diinginkannya. Dia ingin aku nembak pantatnya, kemudian kalau sudah mau
keluar air maniku dia ingin meminumnya. Supaya aku ngaceng dia
urut-urut penisku kemudian di ciuminya. Aku terangsang. Dia hanya
menurunkan sedikit celananya. Dia bilang kalau ada Satpam bisa cepat
bangun tanpa ketahuan kalau lagi 'bercinta'. Hari ini aku sudah
mengeluarkan spermaku 4 kali. Jadinya lama banget untuk bisa keluar
lagi. Aku tawari bagaimana kalau ke kamarku saja. Aku bilang bahwa aku
pendatang yang tinggal di hotel Aston itu. Ah.. Dia mau. Aku nggak
takut. Tampangnya benar-benar anak SMU yang masih lugu.