Mengapa tiba-tiba jantungku terasa berdesir
ketika melihat celana dalam Pak Hans yang mengecap di balik celana
olahraganya. Darahku terasa mengalir ketika melihat goyangan pantat Pak
Hans bergerak seksi mengikuti gerakan instruktur senam. Setelah senam
pagi di kantorku usai, seperti biasa kami langsung memasuki ruang kerja
masing-masing untuk melaksanakan tugas rutin kantor.
Saya bekerja dalam satu ruangan dengan Pak Hans. Pak Hans merupakan
seniorku sekaligus orang yang selalu memberi tumpangan aku baik
berangkat maupun pulang kerja. Maklum, aku merupakan karyawan terbaru
di kantor tersebut, dan aku kost di sekitar rumah Pak Hans, karena aku
berasal dari desa. Dengan ruangan kerja yang lumayan besar tetapi hanya
ditempati dua orang, tentu saja membuat kami terlalu bebas dalam
bekerja. Kadang kami bermain game di komputer jika tak ada kerjaan,
bahkan Pak Hans sering membawa VCD porno dari rumah, dan kadang
memutarnya di ruang kerja. Dan kami pun sering menonton bersama ketika
lagi tidak ada kerjaan.
Sehabis senam aku merasakan tubuhku malas untuk diajak bekerja, dan
seperti biasa aku memutar lagu-lagu MP3 di komputerku untuk melepas
kejenuhan.
"Lagi malas, Dik Bram..?" tiba-tiba suara Pak Hans mengejutkanku.
Ketika kuangkat kepalaku, ternyata Pak Hans sudah ada di depan meja kerjaku.
"Iya, nich Pak..! Habis mikirin kerjaan nggak pernah ada habisnya." sahutku sambil memandangi wajah Pak Hans di hadapanku.
Diam-diam baru kali ini aku mengagumi wajah Pak Hans yang begitu
ganteng, rambutnya hitam yang tersisir rapi, kumisnya lebat tapi
tertata rapi, juga dagunya yang berwarna hijau karena bekas dicukur.
Tanpa sadar mataku terus menelusuri penampilan Pak Hans, betapa
tegapnya dia walaupun usianya 40 tahun, lebih tua 14 tahun dari umurku,
tetapi Pak Hans masih kelihatan gagah. Kulitnya putih bersih, dan kedua
tangannya yang tertutup bulu lebat semakin melengkapi kegagahannya.
Baru kali ini aku mengagumi kesempurnaan seorang pria. Tanpa kusadari,
tiba-tiba mataku mulai melirik ke bawah, tepatnya di depan meja
kerjaku. Disana aku melihat suatu benda yang menonjol dan melingkar
dari balik celana olah raga Pak Hans yang dekat merapat di ujung meja
kerjaku.
"Ada apa Dik, kok bengong..?" pertanyaan Pak Hans mengejutkanku."Nggak pa-pa kok Pak..," jawabku sekenanya.
"Pak Hans sendiri akhir-akhir ini kok kelihatan kurang bergairah..?" ganti aku mulai coba bertanya.
Sambil mendekatiku dari samping, dia mulai duduk di meja kerjaku.
"Yach.., beginilah Dik Bram, nasib bujangan." sahut Pak Hans.
"Lho.., emangnya istri Pak Hans dikemanain..?" tanyaku sedikit heran.
"Istriku lagi hamil tua Dik, dan aku pulangin ke rumah mertua daripada disini nanti repot dan nggak ada yang ngurusin."
"Wah, berarti tiap malam Pak Hans kesepian dong..?" kataku sambil menggoda Pak Hans.
"Iya Dik, udah tiga bulan ini aku nggak pernah hubungan lagi." jawab Pak Hans dengan nada lesu.
Entah setan apa yang merasuki pikiranku sehingga tiba-tiba mataku
kembali melirik suatu benda bersarang dari balik celana olah raga Pak
Hans. Tanpa kusadari pula tanganku berani-beraninya meraba tonjolan di
dalam celana olah raga Pak Hans. Aku terkejut dan baru tersadar ketika
tangan Pak Hans memegang erat tanganku. Aku malu dan ketakutan melihat
Pak Hans memandangi wajahku. Sesekali kulihat matanya yang teduh."Maaf
kan saya Pak, saya nggak sadar. Dan saya juga heran kenapa tiba-tiba
saja saya tertarik dengan penampilan Pak Hans. Sekali lagi saya minta
maaf Pak." kuucapkan perminta maafaku dengan nada ketakutan, dan Pak
Hans pun diam saja. Aku gemetaran dan takut setengah mati.
Sesaat kulirik matanya, Pak Hans malah tersenyum. Tanpa kusadari,
tangan Pak Hans tiba-tiba meraih tangan kananku, dan diletakkannya
tanganku tepat di atas batang kemaluannya yang masih tertutup celana
olah raganya. Aku pun bertambah bingung melihat perlakuan Pak Hans.
Tanpa kusadari tangan Pak Hans mulai membimbing tanganku.
Diusap-usapkannya tangan kananku hingga menyentuh batang kemaluannya,
dan aku pun menurut saja dengan penuh penasaran. Mungkin sudah tiga
bulan lamanya batang kemaluannya tidak ada yang menyentuh, pikirku.
Sesaat kulihat wajah Pak Hans, dia malah tersenyum manis dan sambil
menganggukkan kepala. Aku pun mencoba untuk mengerti apa arti dari
anggukkan kepalanya. Entah setan apa yang telah merasuki pikiranku,
hingga aku benar-benar menyukai Pak Hans. Padahal selama ini aku adalah
seorang laki-laki tulen. Dan aku pun mulai memberanikan diri merogohkan
tangan kananku masuk ke dalam celana Pak Hans. Kucari benda yang
membuatku penasaran tadi, dan akhirnya kutemukan seonggok urat yang
begitu besar dari dalam celananya. Tanganku mulai merasakan hangatnya
daging yang masih bersarang dan serabut kasar dari dalam celananya.
"Ahh.. oh my god.. ahh.." kudengar desahan dari mulut Pak Hans, dan
kulihat matanya mulai merem melek karena menikmati rogohan tanganku.
Desahan Pak Hans membuatku mulai makin berani untuk melorotkan
celana olahraganya. Kulihat CD-nya yang berwarna hijau muda dan
tonjolan pistol Pak Hans yang mulai membengkak, hingga kepala batangnya
yang berwarna merah sedikit melongok keluar dari CD-nya. Kupelorotkan
CD Pak Hans, aku sempat heran dan sangat terkejut melihat pemandangan
yang sangat unik di depan mataku. Aku hampir saja tertawa, tetapi dapat
kutahan.
Baru kali ini aku melihat nyata kemaluan Pak Hans yang sangat aneh.
Kepala batang kemaluan Pak Hans ternyata sangatlah besar, tidak sesuai
dengan ukuran batangnya, walaupun batang pistolnya juga tergolong besar
dan panjang. Yang membuatku heran adalah ukuran pentolan atau kepala
pistol Pak Hans, benar-benar melebihi ukuran normal, jika kubandingkan
mungkin sebesar telur ayam potong.
Kutelusuri rambut kemaluan Pak Hans yang begitu lebat dan sangat
kasar. Tanganku kubiarkan gerilya di sekitar kedua lipatan paha Pak
Hans, dan telapak tanganku mulai menyentuh suatu benda yang kenyal dan
menggantung di bawah batang kemaluan Pak Hans, buah zakar Pak Hans
ternyata juga besar tetapi bentuknya sedikit lembek dan merosot ke
bawah. Kuraba sambil sesekali kuremas buah zakar Pak Hans yang dilapisi
kantung tipis. Kurasakan begitu halusnya kantung buah zakar Pak Hans
ini. Selembut sutra.
Kuciumi batang kemaluan Pak Hans, kunikmati aroma kejantanan Pak
Hans. Ohh betapa nikmatnya, aromanya begitu khas masculine walaupun
sedikit asam karena bau keringatnya sehabis senam tadi pagi. Bulunya
begitu lebat sekali di sekitar senjatanya, terus memenuhi hingga paha
dan kakinya dan sedikit basah karena keringat. Segera kuhisap dan
kunikmati buah zakarnya. Kukocok batang kemaluan Pak Hans yang mulai
menegang. Batang pistolnya begitu besar, dan kulihat guratan-guratan
otot yang melingkari batang pistolnya.
"Ohh.. nikmat.. sekali.. teruuss.. kocok teruuss.. oohh..!" beberapa kali Pak Hans mengerang menikmati kocokan tanganku.
Kujilati kepala kemaluannya walaupun hal ini terus terang belum
pernah kulakukan seumur hidupku, dan mulutku mulai mengulum pentolan
kemaluan Pak Hans. Semula pentolannya tidak mampu kumasukkan ke mulutku
karena pentolan Pak Hans sangatlah besar dibandingkan dengan lubang
mulutku, tetapi kupaksakan hingga pentolan itu dapat memasuki rongga
mulutku.
"Ohh teruuss.. ahh.. lagii.. Dik Bram, enak sekali.. teruss..!" Pak Hans kembali mengerang merasakan kenikmatan yang luar biasa.
Kujilatkan ujung lidahku hingga menelusuri seluruh permukaan
pentolan pistol Pak Hans. Ohh.., Pak Hans pun semakin kelojatan
menikmati jilatanku, kulihat Pak Hans mulai menggerak-gerakkan
pantatnya maju mundur, sesekali tangannya menjambak rambutku dengan
kuatnya. Aku mulai kerepotan menahan mulutku yang penuh sesak dimasuki
pistolnya. Ditarik dan ditekannya kepalaku hingga mulutku maju mundur
tertusuk pistolnya.
"Ohh.. aku mau keluar.. ahh.. nikmat..! Aku mau keluar.. Dik Bram..!" desis Pak Hans ketika akan orgasme.
Seketika itu kukeluarkan batang kemaluan Pak Hans dari dalam
mulutku, karena aku jijik jika mulutku nanti kesemprot lahar putih dari
pistol Pak Hans.
"Dikeluarkan di luar saja, ya Pak Hans..?" bisikku lembut di telinganya.
Dan Pak Hans pun hanya mengangguk tidak berdaya menahan nikmat yang luar biasa.
Kembali batang kemaluan Pak Hans kupegang kuat-kuat dan kukocok
dengan irama kocokan cepat, dan, "Ahh.. aughh.. lebih cepat Dik Bram..!
Ahh.. crott.. croott.. glogok.." dan Pak Hans pun sudah tidak dapat
menahan semprotan sperma dari dalam batang kemaluannya.
Kuarahkan semprotan tersebut di atas meja kerjaku, aku kagum
sekali melihat banyaknya sperma Pak Hans yang putih kental membanjiri
meja kerjaku. Mungkin karena sudah tiga bulan spermanya tertahan di
buah zakarnya, sehingga sperma yang dikeluarkan sangatlah banyak dan
tidaklah wajar jika dibandingkan dengan lelaki normal.
Kulihat Pak Hans mulai terkulai lemas dan memelukku. Tanpa
kusadari, dia memegang kepalaku lalu mencium bibirku. Aku kaget dan
heran mendapat perlakuan Pak Hans, baru kali ini aku dicium seorang
pria, dan kurasakan betapa hangatnya ciuman dari Pak Hans.
"Makasih ya Dik Bram..!" bisik Pak Hans di telingaku sambil membetulkan kembali celana olahraganya.
Tanpa kusadari, tiba-tiba pintu ruangan kerjaku dibuka oleh
seseorang. Astaga.., ternyata yang datang Pak Baskoro atasan kami di
kantor. Dengan secepat kilat kututupi sperma Pak Hans yang membanjiri
mejaku dengan empat lembar kertas HVS.
"Pagi, Pak..!" sapa kami bersamaan.
"Pagi..!" jawab Pak Baskoro.
"Apa ini Bram..?" tanya Pak Baskoro sambil menciumi telapak
tangannya yang basah, mungkin menyentuh sperma Pak Hans yang tidak
sempat tertutup kertas.
Wajahku seketika merah padam, begitu juga Pak Hans.
"Eh.. anu.. Pak, tadi bubur kacang ijo saya tumpah, tadinya mau saya makan malah kesenggol Pak Hans.." jawabku sekenanya.
"Iya Pak, sorry ya Dik Bram, besok hari Jum'at kalo senam lagi kuganti dech.." Pak Hans tiba-tiba ikut membantuku.
"Ya sudah-sudah, lain kali kalo ada kondisi seperti ini harusnya kamu panggil cleaning service biar nggak kelihatan jorok..!"
"O.. Ya, laporan keuangan kemarin apa sudah selesai Bram..?" tanya Pak Baskoro lagi.
"Maaf.. Pak, sebenarnya hari ini sudah saya ajukan ke Bapak, tapi
berhubung disket saya hilang, jadi semua file saya juga ikut hilang.
Sekali lagi saya mohon maaf Pak, dan saya berjanji besok Senin laporan
sudah saya serahkan di meja Bapak." jawabku sedikit berbohong, karena
memang laporan tersebut belum kuselesaikan.
"Kalau besok Senin kelamaan Bram, soalnya besok minggu aku rencana
mau tanding Golf dengan Bapak Manajer sekalian menyerahkan laporan
tersebut. Gimana kalo besok Sabtu, kamu lembur buat menyelesaikan
laporan itu.."
"Wah kalo besok lembur, saya numpang siapa Pak..? Tempat kost saya
jauh dan belum ada angkutan umum. Lagipula Pak Hans besok khan
libur..?" tanyaku.
"Ya udah, besok kamu numpang aku saja, aku juga ada kerjaan yang belum bisa kuselesaikan hari ini.." sahut Pak Baskoro.
"Trima kasih Pak, wah saya jadi merepotkan Bapak saja..," jawabku sedikit basa-basi.
Kulihat jam di dinding sudah menunjukkan angka 16.30 WIB, aku dan
Pak Hans berkemas untuk pulang. Seperti biasa, aku selalu pulang
bersama Pak Hans, karena tempat kostku sejalan dan satu komplek
dengannya.
Mobil sudah berhenti di depan pintu pagar rumah Pak Hans, dan
seperti biasa aku harus siap-siap turun untuk jalan kaki menuju tempat
kostku.
"Dik Bram, tidur di rumah saya saja gimana..?" tiba-tiba Pak Hans menawarkan jasa kepadaku.
"Enggak lah Pak, tempat kost saya cuma dekat kok..," sahutku masih dari dalam mobilnya.
"Nggak pa-pa kok Dik, lagian disini saya sendirian dan Dik Bram
juga sendiri di tempat kost, khan kita bisa ngorol bersama. Lagian
nanti malam ada Liga Italy lho, khan di tempat kost Dik Bram nggak ada
TV-nya."
Pak Hans tahu saja kalau tempat kostku memang tidak ada TV-nya.
"Bener nich nggak ngerepotin Pak Hans..?" tanyaku basa-basi.
Pak Hans hanya tersenyum manis dan menggelengkan kepalanya, aku pun mengangguk tanda setuju.
Aku sempat heran melihat kamar Pak Hans yang begitu luas jika
dibandingkan dengan kamar kostku. Pak Hans mengambil remote dan
menyalakan TV.
"Anggap seperti rumah sendiri Dik..!" kata Pak Hans sambil membetulkan spray spring bed-nya.
"Dik Bram saya tinggal mandi dulu ya..?" kutengok asal suara tadi,
ternyata Pak Hans sudah berlalu ke dalam kamar mandi yang letaknya
masih satu kotak dengan kamar tidurnya.
Kucari acara-acara TV, "Sialan..!" umpatku dalam hati karena tidak kutemukan acara yang bagus.