Pesta Pekan Olahraga Nasional ke XV baru saja
usai, akan tetapi kenangan dan bayangan wajah seorang atlit renang dari
salah satu provinsi di Indonesia itu (sengaja aku nggak mau menyebutkan
daerah asalnya), masih lekat terbayang dalam ingatanku, Jerry namanya.
Pada saat acara pembukaan PON XV semua atlit berdefile berdasarkan
urutan yang sudah ditentukan oleh panitia penyelenggara, pada saat itu
mataku menatap seraut wajah yang bagiku terasa lain dari pada yang
lain, rasanya wajah itu begitu special bagiku dengan mata elangnya yang
seakan menusuk sampai dasar hati yang paling dalam, untuk mengenalnya
lebih jauh rasanya tidak mungkin karena begitu banyaknya peserta yang
berdefile sedangkan jarak antara aku dan dia cukup lumayan jauhnya. Aku
tahu dia atlit dari provinsi itu karena kulihat dari seragam yang
dipakainya, karena di depan barisannya ada tulisan daerah asalnya yang
begitu besar dan ditulis dengan huruf yang mencolok, tapi aku masih
belum mengetahui dia atlit untuk cabang olah raga apa?
Sampai akhirnya suatu sore aku iseng-iseng datang ke gelanggang
renang yang ada di GOR Renang Kertajaya, karena aku memang bukan atlit
yang diunggulkan sehingga dalam babak penyisihan aja sudah keok, jadi
masih banyak waktu yang tersisa untuk santai sambil menikmati
rekan-rekan atlit berlaga digelanggangnya masing-masing. Dan aku paling
menyukai gelanggang renang, karena alasannya yah tahu sendiri khan?
Disana banyak body-body yang bagus yang hanya terbungkus celana yang
sangat minim sekali bahkan seminim mungkin untuk meringankan gerak
tubuh pada waktu berenang.
Pada saat babak penyisihan kudengar dari pengeras suara, yang
menyebutkan nama-nama atlit yang akan berlaga dilintasan yang juga ikut
disebutkan. Dan akhirnya kudengar sebuah nama Jerry atlit renang yang
mewakili propinsinya yang sebelumnya sudah kuingat-ingat karena
kepenasaranku. Betapa hatiku berdegup dengan kerasnya ketika kulihat si
mata elang itu, ternyata dia bernama Jerry, oh Jerry, Jerryku kamu mau
berlaga sore ini. Walaupun mataku hanya terpaku pada wajahnya dan
bodinya yang begitu aduhai itu, dengan dada bidang membentuk segitiga
dan pinggang yang ramping serta otot lengan yang bertonjolan tergambar
secara jelas, mungkin sekali dia sering mengikuti program fitness yang
cukup ketat.
Aku berusaha untuk menahan diri, akan tetapi aku tak mampu.
Akhirnya aku bangkit dari dudukku dan menuju ruang ganti atlit karena
aku tahu pasti bahwa sehabis berlaga pasti masuk keruang ganti untuk
menunggu giliran selanjutnya kalau menang dan untuk ganti dengan
pakaian seragam daerahnya kalau kalah. Ternyata setelah usai perlombaan
renang tersebut, kudengar dari pengeras suara, namanya tidak terdaftar
sebagai pemenang, akan tetapi dia berada diurutan yang kesekian
sehingga dia tidak mungkin untuk tampil dibabak berikutnya dan hal ini
aku makin bersorak karena dengan demikian aku mempunyai banyak waktu
untuk berkenalan, mengobrol dan yang lainnya.
Ketika simata elang itu memasuki ruang ganti dengan wajah yang kuyu
dan tak bersemangat, aku segera menghampirinya dan menyapanya.
"Hallo, anda sudah berusaha dengan baik, tapi rupanya nasib baik
belum berpihak kepada kita," kataku untuk memulai pembicaraan sambil
aku mengangsurkan tanganku untuk menjabat tangannya.
"Aku Arie, kamu Jerry khan?"
Dia menyambut tanganku dengan senyum yang agak dipaksakan karena
beban yang baru dilaksanakan untuk membawa nama baik daerahnya tidak
berhasil. Aku tahu hal itu, maka aku segera mengajaknya bicara lagi,
walaupun dia kelihatan ogah-ogahan, akan tetapi dalam hati aku punya
niat untuk menaklukan si mata elang ini dengan berbagai macam cara yang
dapat kulakukan, walaupun mungkin orang lain akan berkata nekat, gila
atau lain sebagainya.
"Jer, kita senasib," kataku lagi.
"Kamu dari cabang olah raga apa?" tanyanya.
"Dari atletik," jawabku singkat.
"Kamu, sudah lomba hari ini," lanjutnya lagi.
"Sudah, tadi pagi terus hasilnya sama kayak kamu, keok juga dibabak penyisihan," jelasku lagi.
Dari jawabanku tadi rupanya membuat dia agak terhibur dengan
kekalahannya dan merasa kalau ada seseorang yang senasib dengannya,
sehingga dia mulai terbuka dan mulai antusias.
"Ok, aku mandi dulu yaa, terus nanti kita ngobrol bareng"
"Ok, aku tunggu diluar yaa," jawabku untuk berbasa-basi.
"Nggak usah, disini aja," pintanya.
Dasar aku memang penginnya melihat bodinya secara seutuhnya, maka
akupun tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Aku sengaja mengambil
tempat duduk yang persis berhadapan dengan shower dimana dia sedang
mandi, dan kayaknya sudah jadi kebiasaannya dia untuk mandi, ganti
pakaian dengan telanjang bulat dan nggak merasa risih atau malu dilihat
oleh orang lain, walaupun pada saat itu kulihat otot diselakangannya
lumayan besar walaupun habis terendam air kolam renang dan juga kena
air shower yang cukup dingin menyegarkan itu.
Dan kulit disekujur badannya begitu mulus, putih bersih dan hanya
ditumbuh bulu-bulu yang hitam disekitar selakangannya saja, dan
pemandangan ini begitu membuatku melayang-layang dalam angan-anganku
untuk bisa mencumbuinya, menyelusuri sekujur tubuhnya yang mulus itu
dan bermain-main dengan penisnya yang kekar itu. Sampai kurasakan ada
tangan kekar yang menyentuh pundakku, seketika aku tersadar dari
lamunanku.
"Lagi melamum yaa," katanya.
"Hmm," gumanku dalam hati aku berkata, "Aku lagi mengagumi
keindahan tubuhmu dan aku ingin menghisap penismu, kuharap kamu
mengerti"
"Aku sekarang sudah nggak punya beban mental lagi," jawabnya .
"Enaknya kita keliling kota Surabaya aja, yaa," pintanya.
"Ok, aku juga nggak keberatan koq menemani kamu jalan-jalan, syukur kalau aku bisa jadi guide kamu," jawabku.
Dari perkenalan yang baru saja, kami sudah akrab seperti kawan lama
yang bertemu kembali dan dari obrolan santai selama ini kuketahui bahwa
Jerry masih berumur 20 tahun dan dia masih menjadi mahasiswa disalah
satu perguruan tinggi dikotanya. Dengan tinggi badan sekitar 180 cm,
lingkar lengan 37 cm dan lingkar pinggangnya 66 cm, makin membuatku
terpesona dengan bentuk tubuhnya yang nyaris sempurna bagiku dan yang
menjadi idam-idamanku selama ini, dengan wajah yang lumayan tampan dan
yang paling menarik dari semuanya itu adalah sorot matanya yang tajam
bagaikan burung elang yang sedang mencari mangsa, akankah aku yang
menjadi mangsanya?
Akhirnya malam itu kami berdua jalan-jalan ke Galaxy Mall yang
letaknya tidak jauh dari GOR Kertajaya, kami berdua mampir dulu ke
Pizza Hutz untuk mengisi perut karena Jerry merasa sangat lapar setelah
berlomba tadi, setelah putar-putar dari lantai satu sampai tiga
akhirnya kami berhenti di Studio 21 yang ada dilantai tiga di depan
arena Time Zone. Karena film yang diputar saat itu MI.2 (Mission
Imposible 2) aku menyukainya dan Jerrypun menyetujuinya maka aku
membeli dua tiket masuk dan nontonlah kami berdua sambil ngobrol
mengenai latar belakang cabang olah raga yang ditekuni masing-masing
dan juga cerita dari daerah asal kami masing-masing sampai tak terasa
waktu dua jam lebih telah berakhir dengan usainya pemutaran film
tersebut. Setelah sampai diluar, aku jadi binggung, abis sudah sepi
sedangkan jalan-jalan di Surabaya belum seluruhnya kuhafal, demikian
juga dengan Jerry. Mau pulang sendiri-sendiri ke arah tempat tinggal
kami selama di Surabaya, sangat berjauhan. Hingga Jerry punya usul.
"Ar, gimana kalau malam ini kamu tidur ditempat saya aja yaa, jadi
kalau misalnya nyasar, yang nyasar dua orang barengan, nggak
sendiri-sendiri? Ok," pintanya.
"Ok," jawabku sambil tersenyum dalam hati aku berkata, "Ini yang kuharapkan dari tadi"
Akhirnya kami memanggil taksi yang membawa kehotel tempat Jerry tinggal di Surabaya. Didalam taksi aku mulai menyelidik.
"Jer, bukannya sekamar ditempati dua orang," tanyaku, "Terus kamu
mau ngajak aku nginap ditempatmu, terus aku mau kamu suruh tidur disofa
yaa," tanyaku sambil bercanda.
"Ha, ha ha Ar, Ar, kamu bisa aja," jawabnya.
"Teman sekamar saya hari ini lagi ada lomba diluar kota, jadi
kamarnya kosong tinggal aku sendiri yang tinggal, makanya aku berani
ngajak kamu nginap ditempatku," jelasnya.
Setelah sampai di kamar yang ditempati Jerry, lumayan juga kamarnya
cukup gede dan tempat tidurnya double bed lagi yaitu sebuah tempat
tidur besar untuk berdua. Yang makin membuat pikiran nakalku timbul
lagi.
"Asyik, ranjangnya satu," sorakku dalam hati.
Karena begitu penatnya acara hari ini buat Jerry, tanpa ba bi Bu
dia langsung aja copot seluruh pakaiannya dan hanya tinggal memakai CD
aja, dia langsung mengelosoh ditempat tidurnya sambil berkata.
"Ar, sorry yaa, aku begitu capek hari ini"
"Ok, boleh aku memijit kamu untuk meredakan keteganganmu," usulku.
"Dengan senang hati kalau kamu mau," jawabnya lagi.
"Apa kamu punya lotion"
Dia segera bangkit dari tempat tidurnya dan menuju ke lemari dan
mengambil satu botol sedang lotion dan diberikannya kepadaku. Dan dia
segera tengkurap kembali. Kutuangkan sedikit lotion ditanganku dan
mulai kuurut dari tenguknya dan kebawah lagi ke punggungnya.
"Aduh Ar, enak benar pijitan tanganmu," komentar Jerry, "Aku nggak rugi deh kenalan sama kamu yang pintar mijat," pujinya.
Aku diam saja tapi dalam hati aku berkata,
"Eh, kamu belum tahu yaa pijatan saya yang lain, yaitu pijatan lidahku dipenismu, ntar bakal kamu rasain deh"
Setelah punggungnya selesai kupijat sampai kepinggang, aku segera
mengalihkan pijatanku pada kakinya yang kekar dan berotot itu dari
bawah sampai kepahanya dan kulanjutkan kepantatnya yang berisi isi.
Rupanya dia begitu menikmati setiap pijatan dan rabaan tanganku, hal
ini terlihat dari tidak adanya komentar darinya saat tanganku mulai
menjelajah daerah-daerah yang sensitif ditubuhnya. Sampai akhirnya aku
memintanya untuk membalikkan tubuhnya menjadi telentang dan..
"Oh my God" ternyata ada benjolan sebesar telur ayam yang berwarna
kemerah-merahan yang menyembul diantara pusarnya dari celana dalamnya
yang mini itu, tapi dia tidak berusaha untuk menutupinya terhadapku
walaupun aku baru dikenalnya sore tadi. Untuk mengalihkan perhatianku,
aku mulai memijat tangannya secara bergantian dan kuteruskan dengan
kedua kakinya bagian depan sampai aku berhenti dipinggannya yang muncul
benjolan seperti jamur ditengah-tengah dibawah pusarnya. Kulihat
wajahnya dan matanya, tidak ada nada protes, kemudian kudengar suaranya
memecah kebisuan kami berdua selama ini.
"Ar, kenapa berhenti," protesnya.
"Aku malu Jer mau melanjutkan, apa kamu nggak malu kelihatan ujung
penismu yang menyembul dari celdal yang tak mampu menampung rudalmu
yang gede itu," jawabku.
"Oh itu," lanjutnya, "Sudah biasa tuh kalau penisku ngaceng pasti nyembul dari balik celdal miniku ini," jelasnya lagi.
"Kalau mau sekalian aja saya copot yahh nih celdal biar enak dan
bebas, kalau kamu mau mijitin sekalian juga nggak apa-apa koq," sambil
dia melorotkan celdalnya lalu dilemparnya ke lantai.
"Eh nekat benar nih anak," kataku dalam hati.
Segera kuambil lotion yang kutuang ditelapak tanganku dan
kulumurkan dibatangnya yang sudah dari tadi ngaceng dan juga sedari
tadi aku pengin menyentuhnya tapi tidak ada cara untuk memulainya baru
sekarang kesempatan itu kudapatkan, maka tanpa dikomado untuk yang
kedua kalinya.
Kuelus-elus, kupijat-pijat dan kukocok perlahan-lahan yang
menimbulkan reaksi yang begitu hebat dengan terdengarnya rintihan dan
lenguhan dari mulut Jerry.
"Ayo, Ar, terus Ar, enak sekali Ar," pintanya.
"Biar afdol, kamu juga buka dong baju kamu semuanya," lanjutnya.
Aku segera beringsut dari tempat tidur dan mulai membuka satu
persatu pakaianku yang menempel ditubuhku hingga telanjang bulat
seperti Jerry. Dan aku mengambil posisi jongkok diatas kedua paha
Jerry, sambil kembali mengocok penisnya yang tegak melengkung itu
dengan kepala besar berwarna kemerah-merahan. Tanpa kuduga tangan Jerry
meraih penisku yang memang sudah sedari tadi ngaceng melihat
pemandangan indah yang ada dihadapanku ini. Tapi posisi seperti ini
tidak bertahan lama karena Jerry tiba-tiba membaringkan aku disisinya
dan kemudian dia mulai menciumiku dengan sangat bernafsu seperti orang
yang sedang kehausan dipadang pasir.