Aku akan menceritakan, kisah unik ini karena
baru saja terjadi, kira-kira 2-3 bulan yang lalu. Cerita yang mungkin
tidak akan banyak orang yang percaya kalau yang melakukan itu aku,
karena pada dasarnya aku berwajah imut, pendiam dan cenderung pemalu,
meski aku dilahirkan sebagai laki-laki.
Oh ya, sebut saja aku Fik, umurku 15 tahun, aku duduk di kelas 1
SMU di kota S di Jawa Tengah.Namun cerita ini terjadi sewaktu aku di
sebuah kota kecil di Jawa Timur, sebelum aku pindah ke kotaku sekarang.
Awal kejadiannya mungkin pikiranku yang penuh sesak dengan hal-hal yang
berbau pornografi, majalah, buku, novel atau kaset VCD yang kukoleksi,
tidak tahu sekarang jumlahnya berapa di kotak rahasiaku, termasuk main
internet sebagai hobby baruku. Parahnya, aku melakukan tindakan gila
ini pada seorang bocah ingusan, dia tetangga sebelah rumah, Wen
namanya. Dia masih kelas 6 SD. Meski tinggal bersebelahan tetapi baru
sekitar satu semester ini kami akrab karena aku punya senapan angin
untuk berburu dan dia suka juga berburu, sehingga waktu itu kami sering
main bersama.
Pagi itu, hari Minggu, aku sudah berada di pekarangan belakang
rumahku mencoba senapanku, dan mulai menembak, ternyata dia pun sudah
berada di situ, hingga akhirnya kami pun berdua pergi ke sawah,
menembak burung. Meski banyak sekali burung, tetapi kami sedang sial,
karena tak seekor pun kami dapatkan hingga siang hari. Hingga kami
putuskan untuk istirahat dulu di dangau tengah sawah karena kami rasa
langsung pulang terlalu panas, sementara kami membawa bekal sedikit
makanan sehingga tak perlu takut kelaparan.
Sambil menikmati makanan aku pun memulai obrolan.
"Wen, sekarang umurmu berapa?"
"11 tahun, kenapa Mas?" jawabnya balik bertanya.
"Wen kamu pernah onani?"
"Nggak, Mas." katanya sambil beringsut hendak berdiri.
"Mau kemana Wen?" sambil kupegang celananya, tapi.. "Ssrett.."
celananya malah merosot hingga terlihat kelaminnya, kulihat merah padam
wajahnya. Sambil membetulkan celananya.
"Mas, Fik.." pekiknya.
"Maaf, aku nggak sengaja," kataku, "Ah gitu saja malu, kita kan
cuma berdua, sama-sama laki-laki lagi, aku saja nggak malu kalau kamu
mau lihat anuku," sambungku menggoda.
"Tapi Mas."
"Ah kamu, nih aku tunjukin punyaku." sambil kubuka reitsleting
celanaku dan kukeluarkan penisku. Wen pun duduk kembali di sampingku.
"Kamu nggak malu Mas?"
Aku pun hanya menggeleng.
"Kamu tahu kagak onani?"
"Nggak, onani apaan Mas."
"Onani itu mengeluarkan sperma dari penis ini, rasanya enak banget."
"Apa iya Mas, bukankah dari penis yang keluar air kencing?"
"Bukan itu saja, ada air kental putih yang bisa keluar dari sini, itu namanya sperma." jelasku.
"Oo air mani, aku pernah dengar dari guru ngajiku."
"Begini nih caranya," jawabku sembari mengocok penisku pelan-pelan,
lama-kelamaan semakin cepat hingga penisku yang tadi sebesar jempol
kaki sekarang sudah menegang bertambah besar dan menegang agak
kemerahan. Wen pun hanya menelan ludah melihatku, sementara kulirik
celananya, ada benjolan di selakangannya, rupanya dia pun terangsang
melihat permainanku. Aku pun terus melakukan kocokan pada penisku
hingga kurasakan spermaku mau keluar, sebentar kemudian kuhentikan dan
kupegang tangan Wen dan mendekatkannya ke penisku.
"Wen, coba kamu yang mengocok."
"Nggak mau Mas"
"Ah kamu.. begini lho." sambil kusentuhkan pada penisku dan sesaat
kemudian dia berubah pikiran dan segera memegang batang kelaminku,
begitu kuatnya sehingga terasa sekali jepitannya dan dikocoknya
pelan-pelan, kemudian dia percepat setelah kusuruh mempercepatnya
hingga aku tidak tahan lagi, mengeluarkan spermaku.
"Ah, Wen.." aku mengerang sambil memiringkan tubuhku ke arah Wen
dan, "Crott.. crott.. crott.." cairan putih kental menyembur dari ujung
penisku, berceceran diantara tempat duduk kami.
"Ah, enak sekali kocokanmu, enak banget."
"Apa iya Mas."
Aku pun mengangguk pelan.
"Gimana kamu mau coba?" seraya tanganku meraih selakangannya yang dari tadi menonjol.
"Jangan, Mas"
"Ah nggak pa-pa kok, rasanya enak banget, kamu harus coba, nggak usah malu kita hanya berdua kok," kataku meyakinkan.
Kali ini dia tidak menghindar lagi ketika tanganku meraih selakangannya. Segara kukeluarkan penisnya dari celananya.
"Penismu besar juga, Wen" pujiku.
Untuk anak seumur dia penisnya cukup besar dan panjang apalagi
dalam keadaan menegang. Langsung kubelai-belai batang kelaminnya
kemudian kugenggam dan kukocok pelan.
"Wen, sekarang rasakan nikmatnya, ya."
"Ah.. Mas," dia hanya mendesah menikmati kocokanku. Sementara
kocokanku makin lama makin kencang kemudian pelan lagi membuat dia
hanya bisa menggeliat tidak karuan sambil mendongakkan kepalanya
menatap langit. Aku pun kemudian menghentikan kocokanku, terlihat wajah
Wen yang kaget, kocokannya kuhentikan.
"Kenapa, Mas?"
"Begini Wen, ada satu cara lagi menikmatinya, lebih enak dari yang
ini namanya oral seks, yaitu dengan mulut dicoba, ya." jelasku.
Dia pun hanya mengangguk, karena sudah merasakan bagaimana
nikmatnya permainan ini. Segera kupegang batang kelaminnya dan
kumasukkan ke dalam mulutku dan langsung aku menghisapnya, terlihat Wen
lebih menikmatinya, terdengar berulang kali desahan nafasnya dan
erangannya sambil menggelinjang.
"Ah.. Mas, enak sekali.. hisap lagi Mas." aku pun menghisap kembali
penisnya dan beberapa saat kemudian tubuhnya terasa mengejang, nafasnya
pun tak karuan.
"Mas, aku mau kencing.."
"Tahan dulu Wen, sebentar lagi," sambil kuteruskan mengulum batang
kemaluannya dan sesekali aku menghisapnya. Wen semakin mengejang dan..
"Aku tak tahan lagi Mas," sambil memiringkan tubuhnya ke arahku,
aku pun segera melepaskan penisnya dari mulutku dan kupegang erat
penisnya dan mengocoknya agak cepat, hingga erangan panjang dari Wen
seiring sperma pertamanya muncrat dari lubang penisnya.
"Crott.. croott.. crott.." banyak sekali sperma yang keluar dari kelaminnya.
"Kamu bener Mas, enak sekali," katanya sambil terengah-engah menahan nafasnya.
"Kubilang juga apa, emangnya aku pembohong." jawabku.
"Wen, sebenarnya ada satu lagi cara seks yang belum kamu ketahui,
cara-cara ini dilakukan jika kita nggak punya teman wanita yaitu onani
seperti tadi, oral yang baru kulakukan terhadapmu dan satu lagi namanya
anal seks apabila kita melakukannya dengan laki-laki juga." jelasku.
"Apa lagi Mas" tanya Wen setengah tak percaya.
"Yaitu menggunakan anus."
"Hii.." dia agak kaget.
"Tak apa-apa, rasanya seperti tadi bahkan keduanya bisa merasakan kenikmatan yang sama," jelasku lagi.
"Mau mencoba?"
Ternyata diluar dugaanku, dia mengangguk tanda setuju.
"Tapi kamu harus membuat terangsang lagi, kamu kan belum ngemut
anuku," sambil mendekatkan penisku yang menegang kembali ke wajahnya.
Tanpa berkata lagi dia pun langsung memegangnya dan mengulum penisku
sambil sesekali dihisapnya, membuat penisku cepat menegang kembali. Tak
berapa lama kurasakan penisku sudah cukup tegang dan menyuruhnya
menghentikan kulumannya.
"Sekarang waktunya anal seks, kamu yang menggunakan anus ya."
Dia pun mengangguk pelan.
"Kamu menungging membelakangiku, Wen."
Dia pun menurut saja dan menyodorkan pantatnya ke arahku, segera
kupegang anusnya dan kumasukkan penisku pelan-pelan ke anusnya.
"Bleess.." tiba-tiba ia berteriak kesakitan,"Aduh, sakit Mas!"
"Sebentar lagi juga tidak." sambl meneruskan menggerakkan penisku maju mundur di anusnya.
Dia pun terus mengerang menahan sakit, tapi itu tak berlangsung
lama karena kemudian yang terdengar adalah desahan pertanda dia sudah
bisa menikmatinya. Aku pun tak hanya mengocokkan penisku di anusnya,
aku pun menggerayangi tubuhnya, kuremas-remas lagi penisnya yang juga
mulai menegang dan mengocoknya sambil terus kumaju-mundurkan penisku di
lobang pantatnya, hingga aku pun semakin mendekati keluarnya spermaku.
Dia pun ternyata juga semakin menikmati karena penisnya pun menegang
keras sekali, dan aku pun terus mengocoknya hingga tubuh kami merasakan
bergetar dan mengejang satu sama lain. Segera kucabut batang penisku
dari anusnya, "Plubb.." Wen mengerang, "Aahh.. Nikmat sekali."
"Wen, sekarang kita kocok penis kita bersama-sama yuk."
"Yuk.." sambil mendesah.
Kami pun kemudian duduk berhadapan dan merapatkan penis kami berdua
dan mulai mengocoknya bersama-sama, pegangannya masih begitu kencang
hingga beberapa saat kemudian kami pun tak kuat lagi menahan sperma
yang mau keluar dan, "Croott.. crott.. croott.." banyak sekali sperma
yang keluar dari kedua penis kami seiring erangan panjang kami berdua.
Kami pun kemudian merebahkan tubuh telanjang kami di dangau sambil
tetap memainkan kelamin kami masing-masing. Beberapa saat kemudian kami
tertidur di situ karena kelelahan. Hingga kemudian sinar matahari yang
sudah condong ke barat menerpa tubuh kami dan kami pun bergegas pulang.
Sepanjang perjalanan tak henti-hentinya kami bercerita tentang enaknya
permainan kami tadi.
TAMAT