Gawat, kami tersandung jatuh. Kami berdua
terjatuh, terjerembap di lantai. Posisi saya pas di atas Gilbert, saya
amat terkejut. Tubuh Gilbert tidak kalah hangat dengan tubuh Mas Rudi.
Saya tidak mau melepasnya. Saya ingin terus begini tetapi tiba-tiba
satpam yang mendengar keributan ini segera menghampiri kita. Gilbert
menatapku dengan mata disipitkan dia tidak jadi bilang deengan satpam
tentang semua kejadian ini. Kami berdua bangun dibantu Pak Satpam.
"Hey, kalian tidak apa-apa? Seperti anak kecil saja! Jangan berlarian di dalam ruangan!" Satpam tersebut memperingatkan.
Saya hanya tersenyum nakal dan mengacungkan jari telunjuk menutupi
bibir merahku pertanda agar Gilbert tidak memberitahukan satpam tentang
kejadian yang baru saja ia saksikan. Saya sendiri pun masih shock akan
kejadian yang terjadi padaku.
Gilbert membuang muka dan pergi begitu saja. Tampaknya dia tidak akan membocorkan rahasia ini jadi kubiarkan saja dia pergi.
Kalaupun dia mau membocorkan rahasia ini, dia tidak punya Bukti.
Saya kembali ke ruangan Badminton dan menceritakan semuanya. Mas Rudi
hanya tersenyum layaknya seorang maskulin yang berwibawa. Saya
memintanya agar kami tidak mengulangi perbuatan itu lagi. Mas Rudi
tidak menjawab ia hanya menawariku mau tidak mulai latihan. Saya
menganggukan kepala. Dan saya terus latihan sampai sore tiba.
Latihan tetap saya lanjutkan kadang hari saya merelakan lapangan
untuk kakak saya kadang untuk pemain lain, tetapi kalau selagi sepi
kami serius latihan. Dan semakin hari teknik bermainku semakin bagus
dan mantap.
Suatu hari kemudian, saya berjumpa lagi dengan Gilbert. Ia sudah
lama tidak masuk klub Badminton sejak peristiwa itu. Ia datang seperti
biasanya dengan angkuh. Akhirnya pertama kali ia melakukan percakapan
dengan saya..
"Oi Joe ingusan! Saya sudah mendapat video rekaman pada hari "H"
kamu dengan Mas Rudi." Ia berkata demikian membuat saya dan Mas Rudi
amat terkejut. Mas Rudi membujuk agar video tersebut diserahkan kembali
kepada kami tetapi dia menolak.
"Jadi apa maumu?" Ucap saya memberanikan diri.
"Sebuah single match antara aku dan kamu! Di lapangan ini." Ucapnya dengan berlagak.
Saya tidak yakin kalau saya akan menang karena saya tahu Gilbert
bukan pemain yang kacangan. Saya tidak bisa berbuat apa-apa kecuali
menerima tantangannya.
Mas Rudi sedang berada di posisi wasit. Saya yang mulai menservis
shuttle cock. Servis saya berhasil dibalasnya, saya kewalahan menerima
sentakkan dari pukulan-pukulan Gilbert yang kecang dan mantap tetapi
saya masih bisa menahan dan membalas shuttlecock yang dia kirim ke
saya. sampai akhir sesi pertama saya kalah 10-4. Saya mulai putus asa.
Tapi Mas Rudi tetap memberiku dukungan.
"Terimakasih Mas Rudi, dukunganmu sangat saya perlukan sekarang." kata saya, Mas Rudi hanya menebar senyum pesonanya.
Senyumnya membuatku semangat lagi, stamina saya kembali stabil dan saya siap berjuang lagi.
Pertandingan ke dua dimulai, saya semakin oke dan stabil. Dan
kulihat Gilbert yang semakin kewalahan, saya berhasil melakukan smash
sebanyak 3 kali berturut-turut. Ia telak tapi saya masih kalah banyak.
Menjelang penutupan sesi ke dua hari semakin sore dan semakin banyak
orang yang berkumpul untuk menyaksikan kami. Saya dibuatnya kewalahan
karena saya semakin lelah.
Tetapi saya masih bisa mempertahankannya. Hasil pertandingannya
sesi kedua saya berhasil menang 8-6. Menuju sesi terakhir, saya bisa
melihat banyak orang dari berbagai klub berkumpul dan menyaksikan.
Mereka memberikan support pada kami. Mas Rudi yang saya sayangi, selama
saya latihan, status kami selain guru-murid, kami juga seorang
kekasih..
Tapi kami tidak melakukan hubungan seksualitas lagi karena takut
ketahuan oleh orang lain dan akhir-akhir ini tentang penyebaran Virus
HIV/AIDS yang gencar menghantui saya, tapi saya tidak tahu apa yang
dipikirkan Mas Rudi, ia memperlakukan saya layaknya seorang kekasih.
Dan hubungan ini pun terus berlanjut.. Saya tidak ingin semua ini
hancur berantakkan hanya
karena Gilbert yang nakal itu! Saya harus memenangkan pertandingan ini.
Sesi pertandingan ketiga dimulai. Gilbert memulai servis
shuttlecock, pukulan-pukulannya semakin kencang dan dahsyat. Saya
berusaha menangkisnya beberapa kali tapi gagal. Saya mulai panik,
kulihat score-board, saya kalah 10-3, sungguh Hopeless.
Riuh ramai orang membuat konsentrasiku pecah. Walaupun sempat
melakukan smash beberapakali saya masih belum dapat menutupi
kekalahanku. Sekarang hasilnya 13-8. Saya sudah mulai putus asa.
Apakah cinta yang saya pupuk bersama Mas Rudi akan lenyap di meja
hukum dan segalanya berakhir begitu saja. Saya tidak berani
membayangkan masa depan seorang G A Y seperti saya bisa bertahan di
meja hukum. Pikiranku mulai berdenyut dan hampir pass-out. Pritt..!
Suara peluit Mas Rudi yang tak berdaya berbunyi, tanda sesi terakhir
ini ditutup. Saya kalah telak. Mas Rudi mengangkat kedua tangan yang
dilipat lemas pertanda tidak tahu apa yang akan dilakukannya lagi.
Gilbert menghampiri saya, "Permainan yang bagus, rekaman ini akan
saya serahkan ke poltabes. Dan kalian akan berakhir". Saya shock berat.
Jatuh terduduk melihat Gilbert yang jahat pergi keluar dengan lantang
memecah keramaian, berangsur-angsur riuh ramai kembali tenang. Beberapa
anggota klub semua bubar dan anggota klub badminton sendiri ada yang
masuk dan ada yang pergi.
Mereka semua tidak tahu apa yang terjadi. Antara saya dan Mas Rudi
dan ..Gilbert. Ancungan jempol dari anggota klub lain sudah tak ada
gunanya lagi. Mas Rudi menghampiriku untuk menghiburku, saya diam saja
dan tidak memperdulikannya. Saya tidak mau memperdulikan apa-apa lagi.
Yah, iya saya akan bunuh diri. Pikiran itu sempat terngiang di kepala
saya.
Bunuh diri adalah solusinya, saya tidak bisa menanggung segala
penderitaan ini lagi. Saya pulang ke rumah mengeluarkan sebuah pisau
silet dari laci tempat tidur. Sebelum saya sempat melakukannya saya
ingin mengatakan pada Mas Rudi saya sangat mencintainya walaupun dia
tidak pernah mencintaiku saya tahu itu.. Dia hanya mencintai Gilbert,
saya tahu itu. Gilbert juga mencintai Mas Rudi jadi dia melakukan
segala ini untuk menjebakku, dia ingin menyingkirkan saya dari
percintaan segitiga ini.
Ding.. Dong.. Suara bel rumah berbunyi. Malam-malam begini semua
sudah tidur, masih juga ada yang datang. Saya pergi membuka pintu, ada
yang mengirim pos. Surat yang berisi video saya buka. Saya tidak
melihat pengirimnya. Pintu saya tutup, ada surat di dalamnya. Dan saya
baca..
"Joe! Kamu memang menyebalkan. Kenapa kamu harus melakukan semua
ini. Saya tidak mengirimkan video itu ke poltabes. Kenapa kamu yang
dicintai oleh Mas Rudi, bukannya saya. Kamu memang beruntung. Malam ini
saya akan berangkat ke HongKong bersama keluarga saya, saya doa'kan
kamu dan Mas Rudi bisa hidup berbahagia."
NB: Dan begitulah akhir ceritanya. Terserah anda ingin percaya atau
tidak, walau kosa-kata saya hancur-hancur karena saya tidak pandai
menulis dan mendeskripsikan keadaan, sebenarnya saya hanya ingin
menyampaikan sebuah pesan.
"Wahai para GAY yang ada di mana saja yang sedang membaca artikel
ini, tetaplah hidup sebagai seorang GAY, kamu tidak bersalah, kodrat
kamu sudah GAY. Hidup sebagai seorang GAY memang lebih berat tetapi
kita semua pasti bisa mempertahankan diri juga menjaga harga diri.
Jangan buat kita dianggap rendah. Kita juga berhak untuk hidup, dan
kita juga manusia!"