Cerita yang akan anda segera baca merupakan
pengalaman yang benar-benar saya alami sendiri. Nama saya Joe umur saya
17 tahun (170/50). Sebenarnya banyak cewek yang bilang saya ganteng dan
ingin saya menjadi pacar mereka, tetapi saya selalu
merasa enggan terhadap wanita. Hal ini baru kusadari mengapa..
Pada suatu sore, di lapangan badminton di salah satu klub olahraga
di Jakarta. Saya sedang menunggu kakak perempun saya Eva(nama telah
disamarkan), ia sedang menyelesaikan sesi terakhirnya dengan lawan
tandingnya Lia(nama telah disamarkan). Saya di sana sebenarnya bukan
untuk menonton pertandingan mereka yang membosankan itu tetapi saya
berada di sana hanya untuk
menjemputnya.
Beberapa saat kemudian saya terpana, seorang lelaki yang tampan dan
gagah mampir di depan saya. Saya bisa melihat gumpalan otot dada yang
menonjol dari baju klubnya yang tipis. Ia menawari saya untuk bermain
badminton dengannya. Saya menolak karena saya sama sekali tidak punya
persiapan. Dengan gentlenya ia menarik tangan saya ke tengah lapangan,
Ia memberikan saya setangkai raket dan shuttlecock. Rupanya saya
diminta untuk melakukan service. Saya gugup karena sudah lama sejak
saya terakhir kali bermain badminton. Kakak saya dan Lia sedang duduk
kecapekan di bangku, hasil pertandingan mereka seri. Entah kenapa
tiba-tiba pipi saya yang putih merona merah ketika saya menatap wajah
pria tampan itu.
Kupukul shuttlecocknya beberapa kali tetapi meleset. Ini membuat
saya tambah tengsin saja. Saya menundukkan kepala sambil berjalan
menuju pria tersebut. "Saya menyerah" ucapku. "Tak apa-apa, apa kamu
mau latihan bersama saya, kapan-kapan?" ujar cowok cakep ini dengan
tersenyum manis. Ini membuat jantungku berdebar-debar. Saya hanya
mengangguk-anggukan kepala saya.
"OK, baiklah. Nama saya Rudi." ucapnya lugas. "Kapan kamu punya waktu untuk latihan?". Saya spontan menjawab, "Be..Besok!"
Hanya dalam beberapa saat kami sudah tenggelam dalam obrolan kecil yang akrab. Tapi pembicaraan kami dipotong.
Eva, kakak perempuan saya memukul-mukul bahuku. "Oi Joe.. Antar
kakak pulang dulu nih, udah sore. Besok ada ujian sosiologi nih."
ucapnya mendesah karena kecapekan. Saya mengiyakan. Saya berpamitan
dengan Mas Rudi dan segera menuju pelataran parkir di luar gedung. Saya
membonceng kakak saya pulang dengan sepeda motor. Dalam perjalanan
pulang, yang terngiang-ngiang dalam benakku hanya wajah innocent Mas
Rudi.
Di rumah, saya menanyakan banyak pertanyaan ke Eva tentang Mas
Rudi. Rupanya Mas Rudi ialah senior klub badminton. Ia sedang merekrut
personil-personil pria baru untuk bergabung dengan klub badminton
tersebut. Kupikir ini adalah kesempatan yang pas buat saya untuk
sering-sering bertemu Mas Rudi. "??" tiba-tiba saya merasa aneh dan
bertanya-tanya pada diriku sendiri.
Apakah saya tertarik pada Mas Rudi? Apakah saya suka padanya?
Kenapa perasaan ini belum pernah saya rasakan pada wanita - wanita yang
lain? Tanpa terasa hari semakin gelap dan saya sudah merentangkan
tubuhku yang kurus di tempat tidur. Jantung saya berdetak-detak. Saya
kembali mempertanyakan diriku. Pertanyaan yang benar-benar menentukan
garis hidupkku..
APAKAH SAYA INI SEORANG GAY?! Pertanyaan ini menghantuiku dan
membuat saya semalaman nggak bisa tidur, saya memaksakan diriku untuk
berkata saya bukan seorang G A Y tetapi ketika terbayang wajah Mas
Rudi, saya tidak berdaya. Saya ingin bersamanya, merasakan kehangatan
tubuhnya yang mempesona.
Riuh burung-burung yang bersiul membuka cakrawala pagi. Saya
berangkat ke sekolah seperti biasanya dengan angkutan umum. Di sekolah,
saya ditegur guru-guru karena seharian kerjaku melamun saja. Lamunan
tentang Mas Rudi tentunya. Setelah pulang sekolah, saya langsung
berganti pakaian dan datang menuju klub badminton siang-siang bolong.
Saya berharap bisa langsung ketemu Mas Rudi. Tetapi harapanku sia-sia.
Sesampainya di sana, ruang badminton masih kosong. Saya duduk di bangku
di ruangan
tersebut. Menunggu dan terus menunggu. Kutatap raket Badminton di Kabinet, saya mengambil satu beserta shuttlecocknya.
Saya memegang pegangan raket badminton dengan posisi Shakehand.
Shuttlecocknya saya lambungkan ke udara dan disusul pukulan dasyat dari
net raketku. Yes. Saya berhasil. Plok! Suara keras terdengar. Rupanya
Shuttlecock tersebut menghantam hidung-? Hidung seorang pria, ia
kesakitan. Saya memicingkan mata. Kulihat sosok seorang yang sepertinya
pernah kulihat. Rupanya dia Mas Rudi! Saya amat bahagia. Saya segera
menghampirinya dan menyapanya.
"Halo, mas. Sa..saya sudah siap dengan latihannya!" Mas Rudi menatapku dengan alis yang menungkik ke atas.
"Oh.. Joe yah kupikir siapa. Masih siang sudah gila latihan yah?" ia berkata sambil tersenyum
"Ah, nggak kok." Saya membalas, di belakang Mas Rudi ada seorang
pria yang seumuran saya. Ia berjalan ke depan. Saya risih melihatnya,
wajahnya yang congkak dan selalu memandang rendah saya.
"Ah-Kebetulan sekali, mari saya perkenalkan, Joe-Ini Gilbert(nama telah di samarkan), Gilbert ini Joe." Ucap Mas Rudi.
Saya mengulurkan telapak kanan saya untuk bersalaman tetapi Gilbert dengan angkuhnya membuang muka. Saya amat kesal sekali.
Mas Rudi hanya tersenyum.
"Joe, kamu akan mulai latihan begitu Gilbert selesai." Ucap Mas
Rudi lagi, ini membuatku tambah kesal. Mas Rudi menggengam bahunya
dengan erat dan menuju tengah lapangan. Entah kenapa perasaanku nggak
begitu enak. Pertandingan pun dimulai. Beberapa
pertanyaan menghantuiku lagi, apakah ini yang namanya jealous.
Melihat tampang Gilbert yang riang gembira bersama Mas Rudi saya nggak
tahan dan ingin menghajar anak congkak itu. Tapi menahan kesabaranku.
Beberapa pukulan shuttlecock yang berlalu lalang, tampak mereka memang
pemain yang sudah tangguh dan berpengalaman. Saya tidak bisa
memungkirinya. Tanpa terasa sudah setengah jam berlalu, Gilbert pun
berpamitan dengan Mas Rudi. Kini ruangan ini benar-benar tinggal kita
berdua saja.
Atsmosfir terasa sesak, Mas Rudi sedang beristirahat dengan duduk
di bangku sebelah saya. Keringat mengucur di seluruh tubuhnya. Tanpa
terkecuali celananya. Saya mencuri pandangan, memberikan diri
melihat-lihat dan melongo ke arah celananya. Terutama di tempat
kegagahan itu tertidur.
Kurasa Mas Rudi menyadarinya, tapi dia hanya cuek dan memijati
otot-otot biseps dan trisepsnya saja. Entah kenapa saya tiba-tiba ingin
melontarkan pertanyaan ini tapi saya tidak kuasa menahannya, "Apakah
saya boleh membantu memijati lengan Mas Rudi?". Ia hanya tersenyum
pertanda mengiyakan. Saya amat bahagia. Kuangkat lengannya yang padat
berisi. kuusap bisepsnya dan
kumulai pijit-pijit bagian trisepsnya yang berisi otot. Ia hanya
memejamkan mata kurasa ia merasakan nikmat. Entah kenapa ia berbalik
menatapku, ia merasa sudah cukup. Ia berterimakasih. Ia menatapku lagi
dengan mata yang menihir. Jantung saya berdegup gencang.
"Saya ingin membuat pengakuan terhadapmu." Ujar Mas Rudi. Saya hanya terbengong.
"Kamu sungguh-sungguh ingin bergabung dengan klub ini bukan?" tanyanya. Saya mengangguk-anggukan kepala.
"Mas ini homoseks." semburnya. Saya tersentak kaget.
"Apakah kamu masih ingin bergabung dengan klub ini?"tanya Mas Rudi.
Saya terbengong dan melongo.Saya tidak percaya, God. Mas Rudi pasti
hanya mengerjaiku, tapi saya nggak bisa mengontrol kata-kata yang akan
saya ucapkan ini.. karena saya ingin Mas Rudi mengetahuinya.
"Mas Rudi saya juga merasa saya ini seorang.. G A Y. Saya.."
sebelum saya bisa mengucapkan lebih lama, ia meniduri celana pendek
yang menutupi penisku. Saya amat shock. Ia mengelus-elus bagian
(X)-saya. Saya tidak tahan, batang kemaluan saya berdiri tegak. Gawat,
Mas Rudi pasti tahu dan.. Di luar dugaan, ia kemudian menatapku.
"Joe, bolehkah saya..?" Saya belum pernah melihat matanya seserius
itu, ia terlihat amat terangsang begitu juga saya. Saya pun
mengangguk-anggukan kepala. "I..i..iya."
Mas Rudi melepaskan celana pendekku. Dan meletakkannya di bawah
lantai, Ia turun dari bangku dan berjongkok di hadapanku. Ia
menjilat-jilati batang kemaluan saya yang dibungkus CD warna putihku.
Sementara itu, Telapak tangannya mengelus-elus ke dalam T-Shirt ku, Ia
mencari-cari sesuatu ternyata puting susuku dan iapun
menggelitik-gelitiknya. Saya hanya dapat menikmati
permainan ini. Oh tidak Mas Rudi melepaskan CD saya, Penny14"
("=cm) saya terlihat berdiri tegak.Ia menelusuri hutan di sekitar penny
saya dan mulai memasukkan mulutnya yang hangat ke dalam pennyku. dan
kemudian mengulum-ngulumnya. Nikmatnya luar biasa, seperti akan fly.
saya menjambak jambak rambut Mas Rudi yang ikal dan sayapun berdiri.
Mas Rudi memaju mundurkan
kepalanya, permainan semakin panas.
Tiba-tiba suara decitan suara berjalan menghampiri ruangan.
"Saya lupa mengambil sepatu Kets saya". Ujar Gilbert. Ia
menjatuhkan raket badmintonnya ke lantai. Dan berlari menuju ke luar
ruangan. Ia tampak amat pucat begitu pula dengan saya. Saya segera
mengenakan kembali CD kemudian celanaku dengan tergesa-gesa, Mas Rudi
hanya duduk di lantai dengan gelisah. "Gawat Mas Rudi, Gilbert akan
memanggil satpam dan kita akan berakhir!". Mas Rudi hanya terdiam dan
tersenyum. Gila! Semuanya gila! saya pun menuju ke luar ruangan
berusaha mengejar Gilbert.