Malam ini, malam Minggu, tapi agak sedikit
mendung, bingung juga perasaan ini, mau jalan apa tidak. Kalau
kuhabiskan malam ini di kamar saja, wah rugi sekali. Ah, biarlah aku
jalan saja. Aku pun lalu mengenakan celana jeans dan T-shirt biasa,
biar kelihatan ringan dan santai.
"Eh, saya jalan dulu ya!" sapaku sama teman-teman kost, yang lagi asyik nongkrong sambil main gitar.
"Mau kemana?" balas teman-teman.
"Biasa mau pasang tampang bego di perempatan," jawabku sambil menutup pintu pagar.
Ketika aku berhenti sebentar di ujung gang, untuk menyulut rokok
yang menempel di mulutku, tiba-tiba tepukan teguran dari belakang
punggungku.
"Hey, mau kemana?" tersentak kaget sambil menoleh ke belakang, yang ternyata itu teguran dari Andi.
"Eh, ini lagi nyantai aja," sahutku.
"Emangnya nggak ada tujuan?" tanya Andi lagi.
Tanpa menjawab pertanyaan itu aku pun balik bertanya, "Kamu sendiri mau kemana?"
"Aku!" jawabnya dengan nada sedikit bodoh.
Lalu ia menjelaskan lagi, "Kalau aku.. dari rumah mau ke tempat
kamu, tapi kalau kamu mau jalan aku balik aja deh," sambung Andi lagi.
"Eh kamu kok gitu, ya udah kita jalan aja yuk!" aku menawarkan ke Andi.
"Terus kita kemana?"
"Ya.. kemana aja.."
"OK, deh!"
Lalu kami pun berjalan sambil ngobrol-ngobrol, sesekali kuhisap
rokokku karena hanya itu yang bisa menghangatkan dari udara dingin
malam itu. Pukul 22:30 WIB kulihat jam dari jam tangannya Andi, aku pun
bertanya kepada Andi.
"Minum yuk!"
"Nggak ah," tepisnya.
"Kenapa, kamu nggak capek?" tanyaku.
"Nggak, eh terus kamu mau langsung pulang?"
"Maksudmu?" aku balik bertanya.
"Yah, maksudku kamu mau tidur dimana?"
Kelihatan sekali kalau Andi sangat berhati-hati mengeluarkan
pertanyaan itu, aku diam sejenak sambil memainkan rokok yang terselip
di antara jari tanganku, dan Andi menunggu sambil memperhatikan
reaksiku atas pertanyaan yang tadi, lalu kuhisap rokok dalam-dalam dan
mengeluarkan asapnya. Aku pun memberikan senyuman kepada Andi.
"Apakah pertanyaan kamu tadi, alasan untuk mengajakku tidur di tempatmu?"
Kupandangi Andi yang berdiri di sampingku, dan Andi merasa jengah
juga dengan jawabanku sekaligus aku balik bertanya, dengan sedikit
lirih Andi menjawab.
"Yah.. kalau mau."
"Apa aku nggak merepotkan kamu?" balasku.
"Nggak!" spontan jawaban itu diucapkan Andi.
"Siapa takut!?" balasku sambil merangkul Andi, dan Andi tampak
senang dengan keputusanku itu, sampai di wajahnya terlukis keceriaan.
Kamar berukuran 3x4 meter itu beku dengan sikap kami yang saling
diam, tanpa ada satu kata pun yang kami ucapkan, tapi aku tidak betah
juga lama berada dalam kebekuan suasana yang sangatbertolak belakang
pada saat kami sedang jalan-jalan tadi. Andi diam seperti berpikir
sesuatu tapi sambil mengerjakan pekerjaan ringan, sementara aku duduk
memperhatikan tingkah laku Andi yang mondar-mandir tanpa mengucapkan
sepatah kata pun dan aku sambil berpikir bagaimana suasana beku ini
bisa cair.
"Eh.. rokoknya tadi mana?" aku berusaha mencairkan suasana beku tadi.
"Tuh.. di samping kakimu," Andi membalas pertanyaanku, sambil duduk
di depanku seraya meletakkan asbak rokok, berhasil juga, pikirku.
Meskipun hanya sedikit, lalu kuambil rokok sebatang dan kuselipkan
di mulutku tapi begitu aku mau meraih korek api, Andi terlebih dahulu
menyalakan rokoknya, kemudian sisa api yang masih menyala di batang
korek api itu diarahkannya ke ujung rokokku, hingga ujung rokokku
merahmenyala, kuhisap rokokku dalam-dalam, lalu kukepulkan asap rokok
dari mulut dan hidungku hingga asapnya memenuhi ruangan kamar itu.
Kemudian kami saling diam sambil menikmati rokok masing-masing. Aku
pun menatap Andi yang duduknya di depanku, Andi mengawasi tatapanku,
dan Andi pun melakukan gerakan menggoda denganmemainkan rokoknya dan
diiringi tarikan asap rokok yang mendesah yang kemudian asapnya
dikeluarkan lagi sambil tersenyum manis, yang samar-samar terlihat dari
balik asap rokoknya, aku pun mengawasinya hingga aku terpesona, dan
Andi terus saja memancing sambil menunggu reaksiku, dan ketika aku
mulai bereaksi, pandangan mataku menyapu ke seluruh tubuh Andi dan aku
maju dari posisi dudukku, perlahan. "Kemarilah!" bisikku sambil
meletakkan rokokku di asbak rokok. Andi pun meletakkan rokoknya dan
menghampiriku dengan patuh, lengannya secara otomatis merangkul
leherku, dan aku memeluk dan merengkuh pinggang Andi.
Sambil mengerang, aku membenamkan wajahku di rambut Andi, kedua
tanganku mulai membelai punggung Andi dan mulutku mulai bergerak penuh
gairah, menelusuri leher, hingga tiba di bibir Andi, dan aku pun
mengecupnya dan oleh Andi dibalas dengan gairah yang sama, dan pada
saat beradu bibir dan saling melumat.. tiba-tiba dengan satu gerakan
cepat, aku menanggalkan semua pakaian Andi, dan kini Andi hanya
mengenakan pakaian dalam saja, tanpa menghentikan ciumanku, aku
mendorong Andi ke atas kasur empuk, dan membungkuk di atasnya. Dengan
lembut kukecup dada Andi sambil memainkan lidahku, dan itu membuat Andi
mengerang perlahan, aku mendengar erangan itu. Lalu aku membungkuk ke
telinga Andi,
"Andi, kau sangat manis," bisikku.
"Oh, Harry.." Andi merasa suaranya berat dan mengawang.
Andi pun mempererat pelukannya di leherku, tapi aku melepaskannya.
Andi memandangku heran, dan aku melihat tanda tanya di mata Andi, lalu
aku berdiri, mataku tak sekalipun lepas dari mata Andi, dan aku mulai
melepaskan T-shirtku dan kulemparkan di lantai. Sementara Andi
berbaring dengan lengan di atas kepala, sambil mengawasi setiap
gerakanku, dan kini tinggal celana jeans saja yang belum kulepaskan.
"Seberapa jauh aku boleh bertindak?" tanyaku sambil tersenyum kepada Andi.
"Sejauh mungkin," jawaban serak itu hampir tidak terdengar.
Mata Andi begitu lekat ketika aku mulai membuka kancing jeans-ku
dengan cepat, celana jeans itupun turun perlahan-lahan, dan akhirnya
aku berdiri di hadapan Andi dalam keadaan telanjang, kini Andi tahu
bukti kegairahanku, dan kemudian aku pun menempatkan diriku di atas
tubuhAndi dengan penuh gairah asmara, lalu satu jariku menelusuri garis
perut Andi secara perlahan, terus hingga ke paha, "Ini.." kataku sambil
menurunkan celana dalam Andi, "Sebaiknya dilepaskan ya!" Andi tidak
peduli lagi, dan tidak berusaha menjawab, karena Andi sudah
terbakarnafsu birahi, dan aku pun mengerti kalau aku tidak bisa
menunggu lagi, sebab aku harus memenuhi apa yang diinginkan Andi, yang
juga merupakan keinginanku, yaitu membawa Andi menuju kepuasan yang
teramat sangat, nikmat, penuh gairah dan kedamaian. Maka kami segera
terbang menuju puncak asmara yang terindah diantara yang indah.
Hingga akhirnya kejadian malam itu sangatlah berkesan, dan membuat
hari-hariku menjadi penuh warna. Andi apakah aku jatuh cinta kepadamu?
pertanyaan itu sering kali muncul dalam hatiku, karena aku merasa sedih
bila kamu tidak datang, dan aku merasa bahagia bila kamu ada di
sampingku, aku ingin sekali memberikan cinta, kasih dan sayangku untuk
Andi, tidak ada yang bisa kutawarkan lebih dari itu. Tapi selama aku
masih mampu melakukannya aku akan melakukan apapun juga asal bisa
membuat Andi merasa bahagia, tapi aku sadar dan harus menjaga perasaan
emosiku, kalau aku tidak mungkin mendapatkan cinta dari Andi, karena
aku bukanlah orang yang seperti Andi harapkan. Sering kali bila malam
kelam menyelimuti bumi, aku berbisik di kesunyian malam dan berharap
Andi mendengarkan ucapanku itu, "Andi.. meskipun kamu tidak mungkin aku
miliki tapi aku akan berdoa demi kebahagianmu, dan bila suatu saat kau
terluka karena tusukan cinta, datanglah kau padaku, maka akan kurawat
lukamu, meski pun setelah sembuh kau akan pergi jauh dariku menuju
pantai utara di mana cita-citamu kau tancapkan di sana, hanya doa dan
tatapan mata sedih yang bisa mengiringi kepergianmu dalam meraih cita
dan cinta abadi."
Kemudian kupejamkan mata sampai aku tertidur bagai masa itu ketika
aku tidur dalam pelukan Andi, dan berharap besok pagi Andi datang
membangunkanku dengan ciuman hangatnya dan membelairambutku dengan
tangan halusnya sambil berbisik, "Selamat pagi.. Harry!"
Cerita ini untuk Andi, yang dikarang berdasarkan kejadian yang
pernah kami alami tempo itu, waktu kami masih bersama, meskipun sampai
sekarang aku menyimpan cinta yang dalam bersamanya dan tidak pernah
kuucapkan padanya, tapi aku sangat berharap dengan menunjukkan bahasa
kasihku, itu lebih penting dari pada kata cinta yang pada prakteknya
tidak sesuai dengan makna cinta itu sendiri. Salam manis buat Andi. From "VALENTINE'S BOY", Harry.
TAMAT