Pukul tujuh malam hujan rintik-rintik membasahi
desa internasional Ubud. Wayan melangkah menelusuri jalan yang masih
basah. Wayan pemuda tanggung berusia 17 tahun dan masih duduk di bangku
SMA kelas tiga di kota Denpasar. Tubuhnya sangat atletis dengan tinggi
badan 175 cm dan wajah ganteng membuat banyak gadis-gadis mencuri
pandang ke arah Wayan, tapi Wayan sama sekali tidak menanggapi
perhatian para gadis itu.
Wayan berdiri menunggu taksi yang lewat, dan akhirnya taksi yang
ditunggu pun lewat dan berhenti tepat di samping Wayan. Dilihatnya
sekilas wajah sopir di dalamnya.
"Ganteng juga..," bisik Wayan dalam hati, dan bergegas membuka pintu taksi dan duduk di depan.
"Mau kemana..?" tanya sopir taksi.
"Ke jalan Terompong, Denpasar," sahut Wayan sambil menatap wajah sang sopir yang ganteng.
Kumis dan jenggotnya yang baru tumbuh sehabis dicukur membuat
wajahnya tampak macho, Wayan melirik ke arah dada laki-laki itu, dimana
kancing bajunya terbuka terlihat jelas bulu-bulu dadanya yang lebat dan
dadanya yang bidang, dorongan libido Wayan pun mulai meledak.
"Kenapa..?" tanya laki-laki itu ketika mengetahui laki-laki di
sampingnya mengamatinya dengan kagum, "Kamu gay ya..?" ucapnya lembut.
Wayan semakin terperanjat mendengar ucapan laki-laki di
sampingnya. Belum sempat Wayan menjawab, laki-laki tersebut menjulurkan
tangannya.
"Kenalkan.., nama saya Gede, bukan gede anunya..," goda laki-laki itu.
"Saya Wayan," jawab Wayan dengan gugup.
Wayan berpikir, "Gay kah dia seperti aku..?" bisik Wayan dalam hati.
Tiba-tiba Wayan merasakan tangan Gede berada di pahanya, Wayan
mendiamkannya dan mengharap tangan Gede akan bergerak ke
selangkangannya, tapi Gede hanya mendiamkan tanganya dan kemudian
menariknya kembali.
"Kamu sudah kawin..?" tanya Wayan sambil melirik ke wajah Gede.
"Belum..," jawab Gede singkat.
"Pacar tentunya punya kan..?"
"Belum, aku tidak suka cewek.." kata Gede dengan terus terang.
"Jadi kamu gay..?"
"Menurut kamu gimana..?"
Dengan was-was Wayan mengulurkan tangannya ke pangkuan Gede, siap
menariknya kembali bila Gede marah. Gede lebih merasa terangsang, dan
membiarkan tangan Wayan meraba kemaluannya yang sudah menegang. Wayan
menatap tonjolan besar yang tersembunyi di balik celana Gede dan
meremasnya, dan kembali memandang wajah Gede yang ganteng.
"Astaga..," kata Wayan, "Seperti itukah kau..? Besar sekali punyamu..!"
Gede tersenyum sambil membalas remasan Wayan.
"Umurmu berapa..?" tanya Wayan tanpa melepaskan tangannya dari kemaluan Gede.
"25 tahun, kalau kamu..?" Gede balik bertanya.
"Umurku 17 tahun." sahut Wayan sambil tetap meremas tonjolan besar
itu.Wayan mulai melepas kancing celana Gede dan menarik resletingnya,
dikeluarkannya kemaluan Gede yang panjangnya 21 cm, dan mulai
membungkukkan badannya dan menjilati ujung kemaluan Gede, lidah Wayan
terus menjilati ujung kemaluan Gede, dan kemudian mengulumnya dengan
lembut.
Gede menghentikan taksinya, dan membiarkan Wayan mengulum
kemaluannya. Gede menggumam kecil saat Wayan mengulumnya dengan keras.
Tangan Gede mulai bergerilya di beberapa bagian tubuh Wayan yang
membuat gairahnya terus meledak dan menggejolak hingga sulit untuk
dapat menekannya. Gede mengangkat tubuh Wayan dan mengalungkan kedua
tangannya ke leher laki-laki ini, dan mulai melumat bibir Wayan, dan
Wayan membalas pagutan itu dengan lumatan bibirnya yang hangat disertai
decak dan gumaman lirih yang membangkitkan gairah. Gede mendorong tubuh
Wayan dan melepaskan pagutannya.
"Kenapa..?" tanya Wayan heran.
"Jangan disini, kita cari tempat lain yang lebih aman, tidak enak kalau dilihat orang. Disini kita juga tidak bisa leluasa."
"Bagaimana kalau ke rumahku, kebetulan Bapak dan Ibuku sedang pulang kampung.."
"Baiklah.." jawab Gede, "Apa aku bisa menginap..?" tanya Gede.
"Tentu aku lebih menyukainya.."
Akhirnya mereka pun meluncur ke rumah Wayan, di Jalan Terompong Tanjung Bungkak.
Wayan turun dari taksi dan bergegas membuka pintu pagar, dan
menyuruh Gede memasukkan taksinya. Hujan semakin lebat membasahi kota
Denpasar dan membuat suasana semakin dingin.
"Kamu punya film Gay..?" tanya Gede sambil memeluk Wayan dari
belakang di ruang tamu, sedangkan tangannya mulai dimasukkan ke dalam
celana Wayan.
"Ada," Wayan menjawab sambil mendesah menahan remasan tangan Gede di kemaluannya yang sudah menegang.
"Punyamu besar juga..," bisik Gede mesra di telinga Wayan, "Tapi masih kalah dengan punyaku."
Wayan dan Gede melangkah ke kamar tidur, adegan dalam film membuat
kedua laki-laki ini tidak dapat menahan diri. Sementara itu Gede sudah
berbaring di tempat tidur tanpa mengenakan baju, sedangkan kakinya
dibiarkan menjulur ke bawah tempat tidur. Wayan menatap pemuda ganteng
itu, matanya terbelalak melihat tubuh Gede walaupun masih memakai
celana. Wayan mulai membuka bajunya, kemudian celananya sehingga yang
tersisa hanya celana dalamnya. Gede menatap tonjolan besar di
selangkangan Wayan yang membengkak dengan penuh nafsu, Wayan tersenyum
melihat expresi dan gairah Gede yang sudah tidak tertahankan.
Ditariknya celana dalamnya ke bawah itu dengan penuh nafsu, kemudian
wayan berjalan mendekati Gede dan duduk di sampingnya.
Tangan Wayan mulai meraba wajah Gede dan memandangnya dengan penuh
nafsu, perlahan-lahan tangannya mulai bergerak ke dada Gede yang bidang
dan kekar berbulu lebat, dirabanya dada itu dengan lembut dan terus
bergerak ke bawah sampai ke tonjolan besar di pangkal paha Gede.
Diremasnya tonjolan itu dan ditariknya resleting celana Gede, kemudian
menariknya langsung beserta celana dalamnya ke bawah. Kemudian wayan
membaringkan tubuhnya di atas tubuh Gede, sedangkan Gede membalas
dengan pelukan dan merasakan badan Wayan yang hangat dan kekar.
Bibir mereka pun saling berpagutan, gesekan kasar kumis dan jenggot
Gede semakin membuat Wayan bernafsu. Dilepaskannya bibir Gede dari
bibirnya, kemudian bibir Wayan mulai menelusuri bagian-bagian tubuh
Gede. Gede merasakan ujung lidah Wayan yang basah dan hangat bermain di
puting buah dadanya, dan bergerak terus ke bawah sampai ke pangkal
pahanya. Gede mendesah ketika merasakan Wayan bermain di ujung
kemaluannya.
"Dikulum Yan..!" pinta Gede sambil menahan nikmat yang teramat sangat.
Wayan pun mulai mengulum dengan lembut ujung kemaluan Gede yang
berwarna merah muda, sambil mengocok sendiri kemaluannya. Gede
mendesah-desah dan mengerang ketika Wayan menghisapnya dengan keras.
"Sudah Yan..!" pinta Gede, "Aku belum mau keluar, kita ambil posisi 69 saja."
Mereka pun mengambil posisi 69, permainan favorit Gede.
Beberapa saat kemudian Wayan merasakan cairan kental menyembur
dengan keras membasahi bibirnya, dan terdengar suara Gede mendesah yang
sangat, sedangkan Gede semakin kuat mengulum kemaluan Wayan, Wayan
mengerak-gerakkan kakinya menahan nikmat yang tak tertahankan sampai
akhirnya cairan abu-abu kental pun keluar, Geda menelan sperma Wayan
dengan rakusnya. Malam terus merangkak dan pagi pun menjelang, Wayan
mengerak-gerakkan kakinya dan menatap laki-laki di sampingnya masih
tertidur pulas. Suasana yang begitu dingin malamnya membuat Gede tidak
tahan tidur dalam keadaan telanjang, Wayan melihat ke tubuhnya sendiri
yang masih telanjang dan tersenyum.
Wayan turun dari tempat tidur dan segera mengenakan pakaiannya,
tiba-tiba ia merasakan ada yang memeluknya dari belakang. Wayan
membiarkan Gede meremas kemaluannya yang masih loyo dari belakang, dan
Gede mulai membuka celana Wayan dan melorotkan langsung beserta celana
dalamnya ke bawah, kemudian mengocok kemaluan Wayan dan bibir Gede pun
mulai mencari bibir Wayan. Mereka saling berpagutan lama, sedangkan
Gede masih terus mengocok kemaluan Wayan hingga Wayan sudah tidak mampu
lagi menahan puncak ejakulasi. Cairan kental pun menyemprot dengan
keras dan membasahi tangan Gede.
Gede melepaskan pagutannya, kemudian menjilati tangannya yang
belepotan sperma Wayan. Wayan mulai membuka bajunya dan melepaskan
semua pakaian yang dikenakan Gede. Kemaluan Gede yang panjangnya 23 cm
terlihat keras membengkak dan uratnya pun terlihat jelas. Wayan jongkok
dan mempermainkan batang yang begitu indah itu dengan kedua tangannya,
sedangkan tangan yang satunya lagi meremas-remas pantat Gede yang
bundar dan keras serta menepuk-nepuknya.
Wayan begitu gemas sekali dengan apa yang dilihatnya, darahnya
seakan mendidih, dan gairahnya meluap-luap. Wayan mulai mempermainkan
lidahnya di ujung kemaluan Gede yang sedikit basah oleh spermanya yang
sudah keluar di ujungnya. Wayan begitu menikmati sperma yang sedikit
itu, kemudian lidahnya mulai menjilati batang kemaluan Gede sampai
basah oleh air liurnya, dan menggigit sedikit batang itu karena gemas.
Gede merunduk memandang Wayan yang sedang mempermainkan kemaluannya
sambil menahan sensasi yang dirasakannya. Gede agak meringis ketika
Wayan mengulum kemaluannya dengan keras. Wayan dapat merasakan kemaluan
Gede yang berdenyut-denyut dan siap memuntahkan laharnya. Cairan itu
pun keluar dengan keras membasahi bibir dan dada Wayan.
"Aku suka sekali cara kamu mempermainkan rudalku.." komentar Gede.
"Aku juga suka bisa mengulum dan menghisap punyamu, terima kasih
De, aku benar-benar bahagia dan ini sungguh permainan yang indah kan,
kemaluanku tegang banget nih kepingin mensodomi.." bisik Wayan.
Gede tahu apa yang harus dilakukannya, ditumpunya tubuhnya dengan
kedua tangan memegang meja, sedangkan Wayan mulai membasahi tangannya
dengan ludahnya, kemudian mengoleskan ke ujung kemaluannya serta lubang
dubur Gede. Wayan mulai memasukkan kemaluannya dan beraksi maju mundur
sambil berdiri dan memegangi punggung Gede. Wayan mulai merasakan
sensasi yang semakin kuat dan sudah tidak tahan lagi menahannya. Wayan
mengeluarkan spermanya dengan kemaluan masih berada di lubang dubur
Gede.
Sebulan kemudian Wayan harus menerima kenyatan pahit, motor yang
dikendarai Gede menabrak truk gandeng dan Gede tewas seketika. Wayan
berusaha melupakan kenangan yang indah itu bersama Gede. Setamat SMA
Wayan melanjutkan study-nya di perguruan tinggi swasta di Denpasar.
Dunia gay beberapa tahun mampu ia tinggalkan. Tetapi keinginan Wayan
menjadi laki-laki normal dikalahkan oleh pesona Erawan, laki-laki yang
dikenalnya waktu KKN di Desa Payangan Gianyar. Laki-laki ini memang
tidak segagah dan seganteng Gede, tubuhnya juga tidak atletis, bahkan
terlalu kurus dengan tinggi badan 170 cm, tetapi wajahnya cukup tampan
dan terkesan pendiam serta dingin.
Hingga pada suatu hari ketika Erawan berada di kamar Wayan, Wayan
tidak mampu menahan libidonya yang terpndam lama. Wayan memeluk Erawan
dari belakang, dan tangannya meremas kemaluan Erawan. Sedangkan Erawan
terkejut dengan apa yang dilakukan Wayan, Erawan berusaha melepaskan
pelukan Wayan, tetapi Erawan tidak mampu melepaskan.
"Awan aku suka kamu.." bisik Wayan lembut di telinga Erawan, "Aku
sangat membutuhkan, jangan biarkan perasaan ini menyakiti aku, aku
sayang kamu sejak pertama kali melihat kamu di aula sebelum kita
berangkat KKN, aku begitu merindukan kamu, bisa memandangmu dan
bersamamu sewaktu KKN sungguh menyenangkan. Dan sebentar lagi kita
sudah tamat kuliah dan kamu pasti ke Jogja ikut kakakmu, dan aku akan
merindukan kamu. Aku tahu, aku hanya bertepuk sebelah tangan dan
sekarang biarkanlah aku memeluk kamu dan membelai, dan melepaskan semua
rasa yang terpendam dan menyesakkan ini."
Erawan melepaskan pelukan Wayan dan menatap Wayan.
"Yan maafkan aku, aku tidak bisa membalas semua ini. Aku laki-laki normal, dan aku punya pacar yang sangat aku sayangi."
Erawan mengusap air mata Wayan yang jatuh di pipi.
"Aku bisa merasakan perasaan kamu Yan.., Tuhan punya rahasia dengan
apa yang kita jalani, dan aku yakin rahasia Tuhan pasti yang terbaik
untuk kamu dan untuk kita. Aku menyayangi kamu sebagai seorang sahabat,
kamu baik dan aku sangat terkesan akan semua itu. Jadi maafkanlah aku."
Erawan memeluk Wayan dan membiarkan Wayan membenamkan wajahnya di dada Erawan, dan kemudian melepaskannya.
"Aku pulang dulu Yan, dan sampai ketemu di kampus, aku pasti merahasiakan semua ini.."
"Aku harap persahabatan kita jangan terganggu akan kejadian ini.."
Erawan hanya mengangguk, kemudian melangkah pergi. Sedangkan Wayan
memandang laki-laki itu pergi dengan mata masih berkaca-kaca. Peristiwa
itu pun juga akhirnya berlalu sama seperti pertemuan Wayan dengan Gede.
Sampai akhirnya mereka berdua diwisuda.
Wayan menyusuri pantai dan membiarkan air laut membasahi kakinya.
Pasir hitam menempel di kakinya, matanya menerawang jauh ke tengah
lautan seakan ingin memendam sedalam-dalamnya kenangan kemarin dan
beberapa tahun yang lalu.
Cerita ini piktif belaka. Seandainya nanti aku terlahir kembali,
aku ingin jadi cowok normal saja, menjadi gay hidup seakan ganjil.
Tetapi aku mensyukuri semua karunia yang di atas, dan salam damai bagi
para gay di seluruh dunia.
TAMAT