Kisah ini merupakan kisah yang aku alami
setelah mengalami peristiwa yang tak pernah kulupakan seumur hidupku.
Bagi Anda yang belum membaca cerita pertama dari Geo dengan judul
"Mengapa Aku Gay" silakan baca karangan kisah tersebut karena kisah
berikut ini adalah akibat dari kisah sebelumnya.
*****
Beberapa hari setelah peristiwa sejati yang aku alami itu, jiwaku
sangat terguncang dan goyah. Aku tidak tahu apa yang harus aku perbuat
lagi. Aku sangat merasa berdosa dan menyesal telah melakukannya dan
mengapa aku tidak tahan dengan godaan itu. Aku begitu larut di dalam
situasinya sehingga aku tidak ingat lagi dengan apa kata hatiku. Terus
terang, aku sebelumnya adalah seorang yang taat dengan norma agama dan
aku tahu bahwa seks di luar nikah adalah pantang apalagi jika itu
adalah seks sesama jenis.
Gejolak dalam hati saya kian hari kian membawa saya ke dalam
pergulatan dan perdebatan antara hati nurani dengan apa yang telah
menjadi kenyataan atas diriku. Hati nuraniku berkata "aku tidak ingin
jadi gay" tapi aku sendiri tidak bisa memungkiri apa yang telah terjadi
atas diriku dan aku tidak bisa berdusta dan membohongi perasaan hatiku
sendiri. Akhirnya tinggallah goresan luka yang amat menyedihkan dalam
batin saya yang sangat dalam, hatiku sangat bimbang.. Apakah kuharus
menjadi gay dan menikmati hidupku atau apakah kuharus melawan perasaan
dan keadaan diriku sendiri? Inilah masalah yang sangat besar yang
pernah aku alami, kala harus menentukan sikap hidup. Aku berada di
antara persimpangan dua arah yang sangat menentukan jalan hidupku.
Aku sudah berusaha untuk hidup dan mencintai seorang wanita, tapi
apa daya perasaan itu selalu menghantui saya dan tidak bisa aku hindari
kala aku melihat seorang cowok ganteng didepanku.
Sahabatku yang aku percaya selama ini, ternyata dia pergi
meninggalkan aku kala ia mengetahui bahwa aku berubah total. Kala aku
curhat dan mengatakan bahwa aku menjadi gay, ia malah meninggalkan aku
dengan alasan ia tidak mau menjadi gay juga seperti aku. Dia menganggap
aku sebagai seorang yang kena "virus gay" yang katanya dapat menular ke
orang lain, apalagi dia statusnya sebagai teman dekat saya. Tentu saja
kepergian sahabatku yang sangat aku percayai itu kian menambah luka dan
goresan dalam lubuk hatiku. Oh Tuhan, apakah yang harus aku lakukan
lagi? Mengapa aku menjalani semua ini? Mengapa harus aku? Atau apakah
ini jalan dan garis hidupku? Inikah takdirku?
Akh.. Tidak, ini bukan takdir. Aku yakin Tuhan punya rencana yang
indah dalam hidupku di dunia ini. Rancangan Tuhan bukan rancangan
kecelakaan dan bukan rancangan untuk menjadikan umatnya menjadi gay.
Aku tidak menyalahkan Tuhan; Aku tidak menyalahkan siapa-siapa, tapi
aku menyalahkan diriku yang tidak bisa mengendalikan diri sendiri.
Jalan manakah yang aku harus tempuh? Apakah kuharus menikmati
hidupku atau bagaimana? Jika aku menikmati hidup apa adanya, maka aku
harus menjadi gay tapi jika tidak maka hidupku akan penuh dengan
kepura-puraan dan aku tidak bisa hidup dengan memasang "topeng"
selama-lamanya. Kiranya Tuhan memberikan jawaban yang terbaik.
"Tok.. Tok.. Tok.. Geo? Bisa aku masuk?" ujar suara yang sangat aku
kenal dari balik pintu kamarku. Ya, pemiliknya adalah Sandy. Aku kaget
dan segera berdiri menghapus air mataku sambil menuju pintu.
"Hai Sandy, ada apa?" tanyaku
"Geo, kamu kenapa? kok mata kamu sayu gitu? lagi ada masalah ya.. Boleh nggak kamu cerita.. Siapa tahu aku bisa bantu!"
"Iya nih San. Aku lagi bingung!" Aku mengajaknya duduk di atas tepi ranjang dan mengajaknya berbicara.
"Ada apa Geo?"
"San, aku bingung apakah aku harus jadi gay atau bagaimana?"
tanyaku sambil menatap matanya. Sandy lalu meletakkan tangannya di atas
pundakku dan menepuk-nepuknya. "Geo, kamu nggak bisa bohongin diri kamu
sendiri. Kamu nggak bisa menghindar dari perasaan hati kamu sendiri.
Kalau memang perasaan itu ada dalam hati kamu, kamu nggak bisa pungkiri
bahwa kamu sebenarnya adalah seorang gay" jelasnya.
Aku hanya diam dan menatap kosong ke arah lantai.
"Geo, dulu aku juga sama seperti kamu, aku sangat bimbang dan penuh
dengan seribu macam pertanyaan yang sangat membuat aku terpukul kala
harus menentukan jalan hidupku. Ya.. Apa yang aku alami dulu sama
seperti apa yang kamu alami sekarang Geo. Tapi semua itu ada waktunya
kok. " katanya.
"Oh ya?" aku penasaran dan ingin mengetahui apa keputusan Sandy selanjutnya waktu itu.
"Terus.. Apa keputusan kamu?" tanyaku penasaran.
"Aku memutuskan untuk menjalani hidup apa adanya dan biarlah waktu
yang mengubah semuanya. Aku tidak mau pura-pura jadi normal, tertarik
sama cewek.. Padahal aku tidak tertarik sama sekali. Aku harus jadi
diriku sendiri. Aku tidak mau jadi orang lain. Ya.. Yang terjadi ya
terjadilah.. " jelasnya.
"Jadi.. Itu keputusan kamu?"
"Iya Geo"
"Kamu tidak merasa menyesal mengambil jalan itu?"
"Tidak. Karena aku sudah berprinsip bahwa aku adalah aku dan aku bukan orang lain. Aku adalah diriku sendiri apa adanya"
"Prinsip yang bagus" kataku sambil mengangguk-angguk.
"Geo, kalau kamu takut menjadi gay dan hidup pura-pura, kamu tidak akan pernah menikmati tuh yang namanya hidup"
"Oh ya?"
"Ya.. " jawabnya sambil senyum menghiasi raut wajahnya yang bersih dan manis.
"San.. Kamu memang sahabat yang baik. Kamu tahu nggak, sahabatku pergi meninggalkan aku saat aku bilang kalau aku jadi gay"
"Ha? dia bukan tipe sahabat sejati kalau begitu. Dia pergi
meninggalkan kamu saat mengalami masa-masa pahit. Dia cuman ingin
manisnya saja dari kamu"
"Katanya.. Dia nggak mau tertular virus gue!"
Sandy tertawa terbahak-bahak. "Virus? kalau begitu itu tergantung
daya tahan tubuhnya dong terhadap virus, apakah dia juga kebal atau
tidak" Sandy kembali duduk di dekatku dan memeluk aku erat-erat.
Aku merasakan damai dan kasih yang penuh dari pelukan Sandy.
Pelukan yang membuat hatiku damai dan aman dari goncangan hidup. Dia
kemudian membisikkan kata: "Geo, kamu harus jadi diri sendiri, bukan
orang lain!" suaranya yang lembut mengiang mesra dan lembut di
telingaku.
Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan diriku, tiba-tiba saja gairahku kembali bangkit dan ingin melakukan hal itu dengan Sandy.
Aku mulai mencium pipi Sandy yang manis dan bersih putih itu. Sandy
kemudian membalasnya dengan mencium keningku dan menciumi pipiku.
Tiba-tiba saja ciuman tersebut berubah jadi ciuman bergairah. Kurasakan
getar-getar birahi dalam diriku mulai mengalir dan membangkitkan
nafsuku. Dan Sandy pun demikian. Ia mulai mengajakku berdiri sambil
berciuman. Kami sangat menikmati ciuman mesra ini. Aku mulai menjilati
bibirnya dan sesekali mengulum bibirnya yang seksi. Kedua tangan kami
saling merangkul di pinggang dan saling merapatkan tubuh satu sama
lain. Namun, ciuman itu terus berlanjut. Sandy lalu menelusuri rongga
mulutku dengan lidahnya kesana kemari. Aku merasa sangat bergairah dan
terus bergairah dengan ciuman ini. Ini adalah ciuman yang sangat
menyenangkan dan mengasyikkan tak dapat diungkapkan dengan kata-kata.
Ciuman yang lama.. Sambil menikmati bibir masing-masing, kedua
tangaanku mulai membuka kancing baju Sandy. Begitupun dengan Dia, Sandy
mulai melorotkan celana panjangku.
Dan tak lama kemudian kami hanya memakai celana dalam saja.
Kini kami dilanda nafsu yang sangat besar. Kami lalu melanjutkannya
di atas tempat tidur. Sandy lalu mengangkatku dan membaringkan aku di
atas tepi ranjang, lalu mukai menggigit-gigit kecil penisku yang masih
dibungkus dengan kain merah. Aku hanya menggelinjang dan menikmati dan
merasakan setiap gigitan dan sentuhan mulutnya. Sandy lalu menggigit
kain CD-ku lalu menariknya ke bawah dengan mulutnya. Yah.. Ia
mengeluarkan CD-ku dengan memakai mulutnya. Maka tampaklah penisku yang
tegang berdiri berwarna kemerah-merahan. Kulihat kepala penis Sandy
yang juga mnyembul dari dalam CD-nya membuatku kian bergairah. Aku lalu
bangkit dari tidur dan mendorong tubuh Sndy ke atas ranjang dan
melakukan hal yang sama dengan apa yang ia lakukan dengan aku tadi. Aku
lalu menunduk dan mengigit-gigit penis berbungkus celana dalam warna
hitam itu. Ya, rasanya keras juga untuk digigit. Penis Sandy memang
sudah mengeras dan berwarna merah kecoklat-coklatan. Aku terus
menikmatinya walau masih berbalut dan akhirnya aku menarik pula CD itu
keluar dengan gigitanku hingga tampak pula milik Sandy yang besar dan
berdiri kokoh. Aku tak sabar ingin menindih tubuhnya dan merasakan
kehangatan tubuhnya.
Aku lalu bangkit dan menindih tubuhnya di atas ranjang penuh
gairah. Aku kembali menciumi pipinya dan merasakan hangatnya hawa tubuh
Sandy menyerap ke dalam tubuhku. Kurasakan benjolan penis Sandy yang
sangat mengganjal di bawah perutku. Aku lalu bergeser ke bawah sedikit
sehingga penisku bertemu dengan penisnya dan "akh.. Akh.. " nikmat
sekali. SAndy lalu menggoyangkan pantatnya naik turun walau aku
menindihnya namun tetap saja bagian tubuh bawahnya tetap bisa ia
goyangkan. Kemudian aku menggesek-gesekkan penisku di atas penisnya
sambil tetap menikmati ciuman mulut dengannya.
Sandy dengan tak sabarnya, segera mendorong tubuhku hingga aku
sekarang berada di posisi bawah. Ia lalu memasukkan penisnya di sela
kedua pahaku dan menjepitnya lalu ia mengayunkannya naik turun. Ku
merasakan benda tumpul itu hangat menggelitik dan menggoda-goda ujung
sarafku.
Tak lama kemudian, kami berganti posisi. Kami lalu mengambil posisi
69 alias oral seks. Ia memutar tubuhnya di atas tubuhku dan walau aku
harus menahan berat badannya yang kira-kira 55 kilogram itu, aku tidak
merasa terbebani. Kini penis tanpa bulu-bulu halus itu berada tepat di
atas wajahku. L Kedua bola menggantung itu kini berada dekat mulutku
dan tanpa membuang waktu, segera saja kulahap mentah-mentah kedua buah
itu dan nikmat sekali, lebih nikmat dari jus buah biasa. Sesekali aku
mengerang dan menggelinjang kala Sandy sengaja mengelitik atau mencolek
pinggangku dengan jari telunjuknya tapi aku tidak bisa bergerak karena
aku ditindihnya. Namun Sandy juga kadang mengisapku dengan keras hingga
terasa sampai di ujung-ujung saraf kelaminku.
Kami terus melakukan oral seks hingga merasa puas. Aku terus saja
mengulum milik Sandy yang kira-kira 18 cm itu dan sesekali aku mengigit
kecil benda keras itu.
"Akh.. Nikmatnya dunia ini.. " kataku dalam hati. Tapi hampir kami
tidak pernah saling berbicara mengeluarkan suara satu sama lain, hanya
sesekali senyum saat pandangan mata bertemu dengan pandangan mata.
Selang beberapa puluh menit kemudian, kami lalu mengganti posisi.
Sandy bangkit dan kini aku tidak merasa tertindih lagi oleh tubuh
beratnya itu. Namun, selama oral tersebut, aku tidak merasakan beban
berat tersebut, mungkin karena aku konsen dengan apa yang aku rasakan.
Sandy lalu kembali mengisap-isap penuh gairah dan nafsu atas kedua
puting susuku
"Akh.. Terusin.. Enak juga.. Isap yang keras, San!" bisikku sambil
menggeliat. Namun itu hanya berlangsung beberapa menit. Kemudian aku
bangkit dan kembali menindih tubuh Sandy. Aku bergeser ke bawah hingga
aku mendapatkan penisnya yang sudah berwarna merah tua dan hangat. Aku
lalu kemblai mengulumnya dan mengisapnya keras-keras. Aku melahapnya
hingga ke ujung pangkalnya dan
"Akh.. Ahk.. Ahk.. " aku tersedak dengan kepala penis Sandy yang
menyentuh pangkal kerongkonganku. Tapi aku hanya menelan ludah dan
kembali mengulum penis itu layaknya ice cream tapi ini lebih enak dari
pada ice cream sendiri. Sesekali juga aku menggigit-gigitnya dengan
halus, hingga Sandy mengerang dan menggeliat keenakan.
"Ya.. Terusin Geo, terusin.. Enak banget.. Akh.. Akh.. Aku mau keluar nih" ungkap Sandy.
Aku lalu menghentikan kegiatanku sementara dan menunggu hingga
Sandy merasa aman lagi dari rasa mau muncrat. Ya.. Ini aku lakukan agar
ml-nya berlangsung lama. Sambil menunggu penis kamu "loyo" kami saling
berpandangan mata dan menikmati wajah masing-masing. Beberapa menit
kemudian, penis kami mulai sewtegah loyo dan kini kembali kamu
melakukan making love.
Aku lalu mengambil oil pelicin lalu mengoleskannya pada penisku dan
menuangkannya di atas penis Sandy yang kembali menegang. Aku lalu
menggeser tubuh Sandy hingga ke tepi ranjang sedangkan aku berdiri di
tepinya sambil berdiri di atas lantai lalu membuka lebar kedua paha
Sandy dan mengosok-gosokkan penisku ke bibir analnya. Sandy hanya
menggelinjang dan menikmati sentuhan yang aku berikan. Karena aku tak
sabaran lagi, aku lalu memasukkan penisku ke dalam analnya. Ya.. Susah
juga pertamanya. Walau Sandy sudah tidak perjaka lagi, namun analnya
masih susah ditembus. Aku lalu memasukkan jari tengah kedua tanganku
lalu menarik bibir analnya ke arah yang berlawanan dan memasukkan
penisku yang sudah mengeras dan licin. Akhirnya, kepala penisku
sekarang sudah masuk. Tapi Sandy merasa kesakitan,
"Pelan-pelan Geo, aku agak sakit nih.. "
"Oke.. " Aku lalu melepaskan keuda jari tengahku dari dalamnya dan
meletakkan kedua tungkai Sandy di atas kedua bahuku lalu aku mulai
memeluk dan merapatkan kedua pahanya ke dadaku dan mengayunkan dengan
sangat perlahan-lahan penisku keluar masuk anal Sandy.
"Akh.. Akh.. Enaknya"
"Ya.. Lebih kenceng lagi, Geo!" ujar Sandy
Aku lalu mulai mengayunkan penisku dengan agak cepat dari sebelumnya dan kian lama kian cepat dan cepat..
"Terus.. Akh.. Akh.. Terusin, Geo. Lebih kencang lagi dong!"
Aku lalu memasukkan penisku hingga ke pangkalnya ludes sudah masuk
menembus anal Sandy. Aku mengguncangnya dengan kian cepat dan keras
hingga tubuh Sandy ikut berguncang di atas ranjang. Aku mulai
berkeringat dan tak lama kemudian..
"Akh.. Akh.. Akh.. Croot.. Croot.. Croot"
Aku mengeluarkan spermaku dan menembakkan peluru panas itu jauh ke
dalam tubuh Sandy. Kurasakan waktu aku muncrat, Sandy menjepit erat
penisku dengan otot bibir analnya. Penisku masuk hingga ke pangkalnya
saat itu dan akh nikmat sekali rasanya. Aku mencapai puncak kenikmatan
itu dan aku tidak melewatkan apa yang aku rasakan saat itu. Saat yang
singkat itu aku mencoba unutk merasakannya semaksimal mungkin.
Akhirnya, aku mengeluarkan penisku dari dalam anal Sandy dan tampak
spermaku keluar beberapa tetes dari dalamnya hingga membasahi lantai.
Aku lalu duduk dan berbaring di sampingnya. Kemudian Andy bangkit dan
mulai melakukan apa yang aku lakukan tadi. Dia lalu mengangkat pantatku
naik setinggi mungkin mendekati penisnya karena dia berdiri di atas
ranjang-tidak sama seperti aku tadi yang berdiri di atas lantai-dan aku
tidur terlentang di atas ranjang. Akh, aku merasakan tubuhku terbalik.
Lalu Sandy membuka lebar lubang analku dengan kedua jarinya lalu
memasukkan penisnya dan..
"Akh.. " Aku mengeluh kesakitan karena Sandy langsung saja
mendorong penisnya hingga ke pangkalnya saat kepala penisnya, ulai
masuk hingga aku kesakitan yang amat. Sandy kemudian menghela nafas dan
wow.. Tidak pernah aku bayangkan, Sandy mengangkat badanku naik dengan
kedua tangannya yang kuat hingga aku kini digendongnya sambil penisnya
berada dalam analku. "Akh.. Fantastis San. Kamu hebat!" ungkapku.
Kami lalu berciuman. Aku sangat kaget dengan ini. Sandy melakukan
apa yang tak pernah aku bayangkan. Ternyata dia sanggup mengangkat
tubuhku.
Dengan posisi tetap seperti ini, Sandy membawaku dan dia duduk di
atas sofa. Ternyata gaya ini sama seperti gaya yang ia lakukan sama
Ivan dulu. Kini Sandy duduk di atas sofa dan aku duduk diatas ke dua
pahanya menghadap ke arahnya dengan penisnya tetap berada dalam lubang
analku. Aku lalu mulai mengayunkan pantatku turun naik secara perlahan
sesuai dengan apa yang aku ingin rasakan. Karena aku masih merasa
sakit, aku hanya melakukannya dengan naik-turun secara pelan-pelan dan
ini diikuti dengan gerakan naik turun oleh Sandy walau dia dibawah.
Semikn lama semakin hilng rasa sakit itu dan aku kini kian kencang
naik-turunnya.
"Posisi yang sangat bagus dan fantastis, San!" ujarku.
Sandy hanya tersenyum dan menjilati dada dan puting susuku. Tapi
penisku sendiri mulai bangkit lagi setelah selang beberapa menit loyo
dan terkulai lemas, tapi kini penisku bangun lagi dan mulai menegang.
Selang sekitar dua puluh menit kemudian..
"Geo, aku mau keluar nih, coba kamu angkat pantatmu, aku ingin muncrat di luar"
Aku lalu mengangkat pantatku ke atas sehingga penis Sandy keluar di bawah lalu Sandy mengocok-ngocok penisnya sendiri dan..
"Akh.. Croot.. Croot.. Croott.. "
Sandy memuncratkan spermanya di anatara sela badanku dan badannya
sehingga kedua badan kami basah oleh hangatnya cairan sperma Sandy.
Setelah itu, kami berpelukan erat dan mesra penuh kasih sayang.
Akhirnya, making love keduaku selesai. Aku sekarang sudah dua kali
melakukannya. Pertama dengan Richard dan kedua dengan Sandy. Semuanya
menyenangkan dan memuaskan.
Bagaimana dengan perasaan hati nuraniku? Pertanyaan itu kembali
menghantui hidupku, mungkin hanya making love yang akan
menghilangkannya dari pikiranku.
"Ah.. Aku harus jadi diri sendiri. Aku ingin menikmati hidupku
sebagai seorang gay, aku tidak bisa membohongi perasaan hatiku sendiri.
Aku adalah aku dan aku adalah seorang gay" kataku dalam hati.
E N D