Menjelang sore, Bima datang dengan tas besarnya yang berisi
perlengkapan pribadinya. Rupanya dia bawa alat makeup sendiri. Mas
Nano, penata rias kami yang telah disiapkan, aku perkenalkan pada Bima.
Aku katakan masalah kulit belangnya akibat sinar matahari kepadanya.
Mas Nano yang tampil bencong itu minta Bima untuk memperlihatkan tubuh
belangnya itu. Kami pun ke ruang ganti.
Di ruang ganti yang juga sebagai ruang rias, Bima membuka kaosnya.
Mas Nano langsung berdecak kagum melihat tubuh indah Bima dan keluarlah
pujiannya. Tubuhnya kelihatan ramping tapi berotot.
"Gue jadi nafsu nih," katanya terus terang.
Aku dan Bima tertawa. Sikap kemayunya Mas Nano muncul seketika. Dia
begitu kelihatan feminim. Tubuh Bima yang kemarin kulihat belang sudah
tidak begitu kelihatan belang, sekarang kelihatan samar saja. Rupanya
Bima menjemur diri agar seluruh tubuhnya berwarna sama. Pantas terlihat
lebih gelap.
"Ini gampanglah. Kalau sama gue, lu pasti oke!" kata Mas Nano,
"Kayaknya tak perlu makeup banyak. Lu sudah ganteng begini." Tangannya
mencolek perut Bima, yang membuat Bima membungkuk kaget.
Kami tertawa. Dasar Mas Nano yang nggak bisa nahan. Kutinggalkan
Mas Nano yang akan merias Bima. Aku ke area pengambilan gambar,
bergabung dengan Bang Jay yang sedang memberi pengarahan kepada
kameramen dan asistennya. Aku hanya mendengarkan dan sesekali
berkomentar setuju atas apa yang disampaikan.
Bima keluar dari kamar ganti hanya dengan lilitan handuk di
pinggang. Kemudian para petugas mengambil posisi untuk memulai. Bang
Jay mulai memberi pengarahan dan perintah. Handuk yang menutupi tubuh
bagian bawah Bima disingkap. Bima haya menegenakan celana dalam yang
mini, warna biru. Para kru bertepuk tangan, seperti sebuah seremoni
memulai upacara.
Tubuh Bima terlihat sangat indah disorot lampu yang sangat terang
sambil disiram air pancuran. Dia menggerakkan kepalanya, bahunya,
lengannya, badannya, pinggulnya, kakinya. Dimataku apa yang
dilakukannya sangat indah. Pintar memang dia. Semua dilakukan berulang,
dia seperti menari.
Fantasiku mulai melayang lagi. Walau mataku melihat kegiatan
shooting, tapi otakku melihat semua kru telanjang, termasuk Bang Jay
dan Bima. Tidak ada adegan pengambilan gambar. Yang ada adalah pesta
seks cowok gay! Mereka saling menyentuh satu sama lain. Bima dikeroyok
oleh Bang Jay dan dua orang yang tadi memegang kamera. Bima berciuman
penuh nafsu dengan satu cowok, sedang kontolnya diemut bergantian oleh
Bang Jay dan cowok satunya lagi.
Sementara itu kontol Bang Jay sedang dikerjain sama dua cowok
lainnya. Bergantian dan ramai sekali. Semua adegan terasa sangat nyata
di mataku. Jantungku memompakan darah dengan kencang sampai ke ujung
ubun-ubunku. Aku yang berdiri bebas terasa mau ambruk karena kakiku
terasa menggigil. Kontolku makin menegang dan mengeluarkan cairannya..
Ada sedikit kaget ketika kusadari, Bu Ayu telah berdiri di
sampingku. Aku berusaha membuyarkan fantasiku. Kutarik nafas dalam
kemudian kuhembuskan pelan. Kutangkupkan telapak tanganku ke wajah.
Menekan jariku di mataku. Beginilah caraku membuyarkan pertunjukan
fantasiku. Nafasku terasa susah ditenangkan.
"Capek ya?" tanya Bu Ayu, sedikit berbisik.
Mungkin dia melihatku menghembuskan nafas tadi. Aku menggeleng dan
tersenyum padanya. Bu Ayu berdiri di sampingku. Dia menanyakan progres
kegiatan shooting ini. Berapa kaset video yang telah digunakan tak
dapat kujawab pasti. Serius dia memperhatikan adegan pengambilan
gambar. Tapi dari sorot matanya dapat kulihat penuh nafsu. Sorot mata
yang pernah kulihat saat dia beraksi diatasku tubuhku. Dengus nafasnya
tak dapat disembunyikan. Tangannya bersedekap di dadanya. Rina dan Sisy
menonton dari pojok studio.
Bang Jay terus mengarahkan gerakan kamera dan sesekali dia
mencontohkan gerakan kepada Bima. Ada banyak alternatif sudut
pengambilan. Bima sepertinya sudah bosan juga, tapi tidak kelihatan
dari ekspresi wajahnya. Namanya juga kerja. Bima memperlihatkan jari
tangannya sudah mulai keriput karena lama kena air.
Akhirnya pengambilan gambar dirasakan cukup. Sudah hampir jam 9,
ketika kulirik jam di HPku. Mas Nano memberikan handuk ke Bima,
membantu mengeringkan badannya. Tapi kulihat Bima mengeringkan badannya
sendiri. Mas Nano hanya melihatnya dari dekat. Mau ambil kesempatan
dia. Aku tersenyum saja.
Setelah itu Bang Jay mengumumkan kalau acara malam itu sudah
selesai. Masing-masing petugas merapikan bagian kerjanya. Aku dan Bima
ke kamar ganti. Sedang yang lainnya merapikan peralatan. Aku tidak
lihat Rina, Sisy dan Bu Ayu. Entah kemana mereka. Mas Nano kulihat
sudah pamit pulang.
Ketika tahu pintu kamar ganti sudah kututup, Bima membuka handuknya
dan menaruhnya di bangku. Dengan santai dia melorotkan celana dalamnya
yang basah. Aku lihat kontolnya mengkerut kecil. Bulu kontolnya dicukur
bersih, sama seperti punya Ran. Dia memeras celana dalamnya yang lembab
sehingga tidak begitu basah, dan memasukkannya ke kantong plastik.
Celana dalamnya itu langsung dimasukkan ke tas besarnya. Kemudian dia
mengambil kembali handuknya, dan mengeringkan selangkangnya dan
pinggulnya.
Aku menahan diri agar tidak terangsang melihat cowok indah di
depanku. Tapi tetap saja jantungku tak dapat tenang. Degupnya mulai
kencang. Kulihat Bima menggosok kontolnya dengan handuk. Kulihat reaksi
kontolnya yang mulai menegang dengan pelan. Pemandangan yang membuat
aku tak sanggup berdiri, yang akhirnya aku duduk di bangku panjang. Aku
perhatikan aksi dia di depanku yang sedang mengeringkan badan dengan
handuk.
Bima ikut duduk di sampingku dengan menutupi sekedarnya bagian
pangkal pahanya dan menutupi kontolnya. Dia mengambil body lotion dari
tasnya. Dan dia mengoleskan ke lengannya.
"Sini kubantu," kataku sambil mengambil botol body lotion dari tangannya.
Bima memutar tubuhnya membelakangiku. Dari belakang begini, tubuh
Bima kelihatan indah sekali dengan bahu yang sangat lebar dan pinggang
yang ramping. Bokongnya membuat aku ingin untuk meremasnya. Aku geser
tubuhku mendekat punggungnya dan menuangkannya ke telapak tanganku body
lotion yang diberikannya. Aku suka wanginya. Body lotion untuk cowok,
dapat kulihat dari botolnya. Aku mulai dari otot bahunya, turun ke
lengannya. Ototnya kurasakan sangat keras berkat latihan yang
dilakukannya. Kontolku menegang setelah dapat sentuhan yang kurasakan
ada aliran listriknya.
Tanganku turun ke punggungnya terus ke pinggangnya. Kurasakan
ototnya di situ. Karena gemas aku sedikit memijatnya. Bima keenakan dan
minta aku mengulanginya. Tidak tahu dia kalau aku sudah sangat
terangsang. Sudah lupa aku tujuan semula yang hanya untuk mengoleskan
body lotion, yang akhirnya jadi acara memijat.
Aku mendekatkan tubuhku dan berdiri dengan lututku di belakangnya.
Kembali aku pijat bahunya dan punggungnya. Juga lehernya. Untuk posisi
yang nyaman untuk memijat, badanku merapat ke punggungnya. Kontoku yang
menegang di balik celanaku terasa di punggungnya.
Bima tertawa mengetahui kontolku yang tegang menekan di
punggungnya. Dia dengan sengaja memundurkan tubuhnya untuk merasakan
kembali kontolku. Aku tersenyum saja keenakan. Kadang tubuhnya
digeserkan ke kiri dan ke kanan memberi rangsangan ke kontolku.
Kupikir Bima sedang mengoleskan lotion di pahanya, ketika tangannya
kulihat bergerak-gerak di balik handuk dipangkuannya. Tapi ketika
kuperhatikan dengan benar, tahunya dia mengocok kontolnya dengan
tangannya yang telah diolesi lotion. Tanganku masih memijat di bahu dan
punggungnya. Ingin aku memegang kontolnya di balik handuk itu. Ide
syetan kembali hinggap di otakku.
Dengus nafasnya dapat kudengar. Aku juga jadi sulit bernafas. Ingin
aku keluarkan kontolku dan onani seperti Bima. Atau kami akan saling
mengocok. Tanganku turun ke pinggangnya. Dari posisi berdiri dengan
lututku, aku jadi duduk di belakangnya. Kuolesi lotion lagi dan
menyelusuri pinggangnya. Tanganku bergerak ke depan pinggangnya, ke
paha atasnya, kemudian kutarik tanganku mengoles di bagian paha
dalamnya sampai ke pelirnya. Dadaku sudah merapat di punggungnya.
Kurasakan tangannya yang sedang menggenggam kontolnya bergerak naik
turun.
Kemudian entah setan apa, tanganku ikut menggenggam kontolnya di
pangkalnya. Kurasakan denyut di situ. Lotionnya masih terasa licin.
Tangan Bima sudah berpindah ke dadanya. Dia meremas dadanya sendiri.
Tanganku yang licin naik turun di batang kontolnya. Kontol yang padat
dan uratnya dapat kurasakan berdenyut. Dia sedang ereksi penuh. Kepala
kontolnya sangat keras.
Aku mengurut pelan batang kontolnya. Aksi yang aku lakukan masih
tertutup handuk. Sesekali dia meringis merasa ngilu dan geli di kepala
kontolnya yang bersentuhan dengan handuk. Nafasnya makin tak bisa
dikontrol. Badanku pun masih merapat di punggungnya. Bibirku menjalar
di lehernya, di belakang telinganya, di bahunya. Dia menggelinjang
kegelian.
Gila!Apa yang kamu lakukan Yadi! batinku mulai protes mengingatkan
nafsu syetan yang sedang membelengguku. Kulonggarkan genggamnanku di
kontolnya. Ingin aku lepaskan tanganku di batangnya yang hangat itu.
Tapi, terasa sulit.
"Teruskan Yadi. Jangan berhenti.." kata Bima berharap.
Tangannya menuntun tanganku untuk mengocok terus kontolnya. Kembali
aku menggenggam kontolnya dengan kedua telapak tanganku yang
ditangkupkan. Jari-jariku saling bertautan dan otot telapak tanganku
kembali meremasnya. Kepala kontolnya menyentuh kedua jari jempolku.
Sensasi yang luar biasa, sisi kontolnya terjepit penuh dengan kedua
telapak tanganku. Terus kugerakkan tanganku naik turun. Cairan
kontolnya sudah bercampur dengan lotion makin melancarkan gerakanku.
"Sedang apa?" suara Bu Ayu terasa menggelegar di sampingku.
Pasti dia melihat apa yang kami lakukan. Bima dengan refleks merapikan handuknya. Kami tak dapat berkata-kata saking kagetnya.
Tapi untungnya tanganku yang sedang beraksi di kontolnya masih
tertutup handuk. Kutarik tanganku sambil mengoleskan cairan yang ada di
sekitar pinggulnya. Aku berusaha bersikap biasa. Bima memutar tubuhnya
dan aku juga mengganti posisi dudukku jadi menyamping.
"Bu Ayu, belum pulang?" tanya Bima akhir setelah beberapa saat terdiam. Suaranya terdengar berat. Dia masih bernafsu.
"Belum, nungguin Yadi. Mau pulang bareng kan?" tanya Bu Ayu bernada mengajak.
Aku yang masih belum sadar betul, mengangguk saja. Nafas kami masih
belum tenang. Bu Ayu mendekat dan coba mnyentuh bahu Bima dan
menekannya.
"Otot kamu keras ya Bima."
Bima menggangguk saja. Tingkah kami terasa kaku setelah kedatangan
mendadak Bu Ayu. Tangan Bima menutup bagian kontolnya yang menegang
dengan tangannya. Sedang tangan kirinya memegang kedua hujung handuk
untuk menutup bagian bogongnya.
"Nggak usah berhenti. Teruskan saja mengoleskan lotionnya," kata Bu Ayu melihat kekauan kami.
"Sudah selesai kok, Bu," kata Bima akhirnya. Aku berdiri dari bangku dan menuju washtafel untuk mencuci tanganku.
Kulihat Bu Ayu menunggu Bima memperbaiki posisi handuknya dan
berharap dapat melihat bagian tubuh Bima yang tertutup. Bima
melingkarkan ujung handuknya ke depan, dan memperlihatkan handuk yang
menonjol.
"Dongkraknya sedang bangun ya?" tanya Bu Ayu menggoda.
Bima tersenyum saja dan berusaha bersikap biasa. Dia membuka tasnya
dan mengambil celana dalamnya. Kulihat Bu Ayu tanpa sungkan tetap
memperhatikan Bima sambil bersandarkan meja rias. Bima mengenakan
celana dalamnya masih berbalutkan handuk. Kemudian dia mengambil celana
jeansnya dan ketika itulah handuknya merosot jatuh. Tonjolan di calana
dalamnya kelihatan jelas, tapi sebentar saja. Segera Bima mengenakan
celana jeansnya.
Aku menarik nafas. Kupikir Bu Ayu akan sangat agresif. Tapi tidak
seperti yang kuduga. Bu Ayu tenang saja. Jaga imej kali dia, pikirku.
Mulutku terasa kering. Aku jadi sangat haus. Setelah Bima rapi
berpakaian, kami pun keluar. Bu Ayu menawarkan untuk mampir di coffie
shop yang ada di seberang studio. Aku dan Bima setuju saja.
"Hampir saja ya?" bisik Bima padaku ketika menuju coffie shop. Aku tersenyum saja. Pengalaman gila menjelang malam! batinku.
Akankah kami mengulanginya lagi?
Hari-hari berikutnya aku masih disibukkan dengan proyekku ini. Cuma
perannya tidak beitu besar lagi. Ingin rasanya semua cepat selesai, dan
aku istirahat beberapa hari.
E N D