"Jii..Ajii..kesini sebentar!" itu suara Dino, aku memanggilnya Mas Dino, anak majikanku.
Usianya sama denganku, kami sama-sama masih duduk di kelas 2 SMU. Aku
segera bergegas memenuhi panggilannya, soalnya anak ini rada-rada
manja. Kalau dia ngambek gara-gara aku terlambat memenuhi panggilannya,
bisa berabe. Aku bakalan kena omelan Nyonya seharian.
"Ya, sebentar Mas," jawabku, kuletakkan buku Matematika yang sedang kubaca.
"Perasaan bukan cuman dia doang yang ujian, aku juga ujian besok," sungutku dalam hati.
Pasti anak manja ini bakalan minta aku ajarin matematika lagi.
Jujur aja, males aku kalo harus ngajar dia. Dibilang bego, bisa berabe,
cuman kalo diajarin emang gak bisa ngerti-ngerti dia. Aku gak tahu apa
yang ada dikepalanya. Ngerepotin aku aja nih. Sambil bersungut aku
berjalan cepat menaiki tangga rumah besar milik Tuan Arifin Wijaya,
majikanku, kamar Dino ada di lantai dua rumah itu.
Majikanku sebenarnya orang baik. Buktinya aku disekolahkan olehnya.
Memang sih bukan sekolah bonafit seperti sekolah Mas Dino. Tapi
dibiayai sekolah saja olehnya, aku sudah cukup senang. Soalnya ketika
dibawa dari kampung, aku tak pernah punya fikiran Tuan Arifin Wijaya
seorang pengusaha tionghoa yang cukup sukses di medan dan istrinya yang
asli sunda itu bakalan menyekolahkan aku. Paling aku hanya akan
dijadikan tukang kebun di rumah gedung miliknya yang sekarang aku
tinggali ini. Makanya aku sangat tidak enak hati kalau Nyonya Wijaya
kesal padaku hanya gara-gara anak bungsunya yang manja ini.
"Tok..tok..tok.., " tanganku mengetuk pintu kamar Mas Dino pelan
sebelum pintu kamar itu kubuka. Kemudian aku berdiri di pintu kamarnya
yang luas dan dipenuhi dengan berbagai poster tokoh komik seperti
spiderman, superman, batman itu. Nih anak badannya aja yang gede, tapi
masih aja demen ama komik, kataku dalam hati. Dan seperti biasa aku
disambut dengan omelannya yang sama dan sebangun setiap kali aku
dipanggilnya,
"Lama banget sih lo,"
"Maaf Mas Dino, aku tadi lagi konsentrasi baca buku Matematika, kan
besok ujian, saking konsennya baca buku, panggilan Mas Dino agak
sayup-sayup ku dengar," jawabku membela diri.
"Alasan lo," katanya tanpa perlu memandangku, matanya tak lepas dari layar komputer yang ada didepannya.
Lo, aku pikir dia lagi belajar, tak tahunya sedang asik main komputer anak manja ini. Lalu untuk apa aku dipanggilnya.
"Ada apa Mas, kok aku dipanggil?" tanyaku.
"Kapan Papi sama Mami balik dari Hongkong?" pertanyaanku tak dijawabnya, malah dia menyampaikan pertanyaan kepadaku.
"Bukannya masih seminggu lagi Mas," jawabku, masih berdiri di pintu kamarnya.
"Hmm," gumamnya. "Masuk sini! Tutup pintunya!" katanya.
Aku masuk lalu menuju meja belajarnya yang bulat dan berkaki rendah
itu. Biasanya juga kalau ke kamarnya aku langsung menuju ke meja itu.
Mataku tidak berani melirik monitor komputer, soalnya pernah sekali aku
melirik monitor dan disana terpampang tubuh bugil indah milik Pamela
Anderson. Aku malu sekali waktu itu, wajahku merah, sementara dia
ngeledek aku karena malu ngelihat gambar begituan. Akhirnya kami tidak
jadi belajar waktu itu, karena konsentrasiku benar-benar hilang
gara-gara melihat gambar itu. Penisku ngaceng sejadi-jadinya waktu itu.
Ketika aku baru saja lesehan menghadap ke meja itu, tiba-tiba dia memanggilku,
"Sini Ji," katanya. "Gua mo nunjukin lo gambar bagus,"katanya.
"Enggak usah mas," jawabku pelan.
Tapi dia membalas jawabanku dengan suara keras,
"Kalau lo gua suruh liat gambar, maka lo harus liat gambar! Sini!" katanya marah.
Daripada urusannya panjang segera aku bangkit dan mendekatinya,
berdiri di belakangnya dan melihat ke monitor komputernya. Betapa
kagetnya aku, jantungku serasa copot melihat gambar yang terpampang di
monitor komputer itu. Seorang cowok bule, muda, ganteng, kekar dalam
keadaan bugil sedang menungging dengan bertumpu pada kedua tangan dan
kakinya. Dibelakangnya seorang cowok yang juga bule, muda, ganteng,
kekar, dan juga bugil memasukkan penisnya yang besar dan panjang
kedalam lobang pantat cowok yang sedang menungging itu. Mataku
berkunang-kunang melihat gambar yang "tak biasa" buatku itu.
Aku terpaku, dan ketika tersadar aku bersegera untuk pergi dari
tempatku berdiri, namun tangan putih berbulu halus, kekar milik Dino
menahan tanganku.
"Jangan kemana-mana. Lihat aja baik-baik," katanya tegas.
Selanjutnya berganti-ganti gambar-gambar berbagai posisi
persenggamaan sesama laki-laki disuguhkan Dino di depan mataku. Aku
hanya bisa melotot melihat gambar-gambar itu. Pelan-pelan jantungku
mulai normal detakannya, namun bulu romaku terasa merinding,
pelan-pelan aku merasakan penisku mulai bergerak-gerak, mengeras dan
semakin keras.
"Mas, kenapa lihat gambar beginian..??" tanyaku pelan, dan aku yakin suaraku terdengar sangat bergetar.
Dino tak menjawab, namun kemudian ia memandangku dengan pandangan
yang menurutku aneh, tiba-tiba aku risih dengan pandangannya. Selama
ini bila aku memandangnya yang muncul hanya perasaan kesal, keqi,
dongkol atas gaya manjanya saja. Selain aku risih melihat tatapan
anehnya itu, tiba-tiba wajah gantengnya juga menggangguku. Ada getaran
aneh di hatiku ketika aku memandang wajahnya. Dino memang ganteng.
Kegantengannya sudah diakui, kenapa? Soalnya bulan lalu saja dia
mendapat predikat Juara I pemilihan model sebuah majalah terkenal.
Hidungnya mancung, bulu matanya tebal, bibirnya tipis dan
kemerahan, kulitnya putih bersih dan ditumbuhi bulu-bulu halus di
pergelangan tangan, betis, dan mungkin sampe pahanya. Aneh, aneh,
selama ini aku tidak pernah memperhatikannya secara fisik. Kenapa kok
tiba-tiba aku jadi begini sekarang?? Tubuhnya tinggi kokoh, mungkin
sekitar 185 cm karena kalau aku berdiri disampingnya tubuhku lebih
pendek sedikit darinya, sedangkan tinggiku 175 cm. Tubuhnya atletis,
mungkin karena dia rajin renang dan rajin main volli, dia anggota tim
inti volli di sekolahnya. Bukannya nyombong, tubuhku juga kekar dan
atletis, bukan karena olahraga namun karena bekerja. Dulu di kampung
pekerjaanku apalagi kalau bukan mencangkul sawah. Karenanya tubuhku
lebih hitam dari Dino. Waktu baru tiba di rumah ini, tubuhku lebih
hitam dan kulitku lebih kasar dari sekarang. Namun setelah hampir
setahun aku tinggal disini kulitku sudah tidak terlalu hitam lagi, dan
juga tidak sekasar dulu lagi, mungkin karena pengaruh makanan dan kini
kulitku jarang terpanggang panas matahari.
Tiba-tiba tangan Dino menggenggam tanganku erat, lalu aku
ditariknya ke tempat tidurnya yang empuk. Aku didudukkannya, kami duduk
berhadapan. Dipegangnya daguku yang terbelah. Lalu dengan menatap
mataku dalam-dalam Dino berkata,
"Aku pengen nyobain apa yang kita lihat di gambar-gambar tadi dengan kamu. Kamu mau kan?!!" tanyanya lembut namun tegas.
Sosok Dino sekarang benar-benar berubah kurasa. Bukan seperti Dino
yang selama ini aku kenal. Kali ini dia begitu tegas dan matang tidak
manja dan menjengkelkan seperti biasanya. Tatapannya elangnya
benar-benar menyihirku, sehingga tanpa ada perlawanan aku mengangguk,
mengiyakan permintaannya itu.
Selanjutnya wajahnya semakin dekat mendekati wajahku. Nafasnya yang
hangat berhembus diwajahku. Tiba-tiba aku merasa bibirnya lekat di
bibirku. Bibirku terasa basah oleh air hangat. Rupanya lidahnya mulai
menyapu bibirku. Pelan-pelan lidah itu mendesak ingin masuk kedalam
mulutku. Secara alami mulutku mulai membuka membiarkan lidah Dino
mencari lidahku. Mulut kamu kemudian saling melumat, menghisap, dan
lidah kami beradu dengan dahsyat. Baru sekali ini aku berciuman, dan
gilanya dengan seorang cowok. Namun ciuman itu terasa sangat nikmat
kurasakan. Kami terus melumat, lama.
Setelah selesai acara lumat-melumat dilanjutkan dengan cupang
mencupang. Bergantian kami saling menyerbu leher, telinga, belakang
leher untuk mencupang satu sama lain. Aku yakin baik Dino dan aku baru
sekali ini melakukan hubungan sejenis, namun entah kenapa kok dia cepat
pintar dalam hal ini. Entah siapa yang memulai, tangan kami sudah
menjelajah entah kemana-mana. Karenanya jangan kaget kalau kami
sekarang sudah dalam keadaan telanjang bulat saling bergantian
menindih. Aku sendiri bingung entah siapa tadi yang pertama memulai
aksi buka baju, aku tak ingat. Tapi kok ketika aku melirik sekilas ke
lantai kamar pakaian kami sudah bertebaran disana.
Tubuh kami yang berkeringat saling bergesekan. Kami
mengerang-erang, gesekan-gesekan tubuh kami menimbulkan rasa yang
nikmat. Tidak bisa kukatakan bagaimana nikmatnya, namun arghh. Sekarang
ini aku sedang menindih Dino, melumat bibirnya, meremas rambutnya,
menggesek-gesekkan dadaku yang bidang ke dadanya. Menggesek-gesekkan
penisku yang keras ke penisnya. Meskipun kami berdua belum saling
melihat penis masing-masing, tapi aku yakin kalau penis kami sama-sama
besar, keras dan panjang. Ini bukannya nyombong lo. Ganjalan di perutku
ini yang mengatakan itu.
Bosan dengan aksi gesek-menggesek Dino mengajakku bermain 69. Aku
menungging bertumpu pada dua tanganku dan kakiku, sementara dibawahku
Dino telentang dengan kepala mengahadap ke atas ke selangkanganku
memandang penis kerasku yang tegak sampai ke pusar. Sementara
dihadapanku sekarang tegak penis Dino. Dugaanku ternyata benar. penis
Dino besar, meskipun belum sebesarpunyaku. Tanganku menggenggam penis
itu, namun jari-jariku tak bisa bertemu. Batangnya berwarna kuning
langsat kemerahan. Kepala penisnya berwarna lebih gelap. Di pangkal
penis itu bertebaran bulu jembut halus, namun lebat, tumbuh hingga ke
lobang pantatnya.
"Besar banget penis mu, Ji..hmmpp." desah Dino sambil mulutnya menyelomoti batang keras ku itu. Aku hanya tersenyum.
Lalu mulutku pun mulai mengerjai batang kejantanan anak majikanku
yang keras ini. Entah kenapa mengemut, menghisap, menjilat penis ini
sangat nikmat kurasa, dan Dino pun kayaknya juga sangat menikmatinya.
Padahal penis ini tak manis rasanya seperti permen atau es krim.
Rasanya asin, dan baunya pun sebenarnya tak enak, karena sudah
bercampur bau ludah, precum, dan mungkin sedikit air kencing. Tapi
entahlah.. Kok aku menyukainya. Lidahku tak berhenti-henti menjilat,
mulutku tak berhenti-henti mengulum, menyedot, menghisap. Srupp. Dino
pun begitu. Malah dia lebih nakal lagi, lidah dan mulutnya mulai
berani-beranian mengekspansi ke arah lobang pantatku.
Lobang pantatku terasa basah dan hangat karena jilatan lidahnya.
"Arghh.." Aku mendesah kegelian, gesekan lidahnya yang kasar di
lobang pantatku benar-benar nikmat rasanya jeck. Saking nikmatnya aku
jadi melupakan penis gede dihadapanku ini. Aku konsentrasi menikmati
kenakalan mulut dan lidah Dino dibawah sana, eh jarinya pun mulai nakal
juga rupanya. Ngapain tuh jari menusuk-nusuk pantatku?? Aku mendelik,
bukan karena marah, tapi karena keenakan. Aku benar-benar lupa dengan
penis Dino, aku mengerang-erang keenakan. Dan Dino pun tak memaksaku
untuk mengrejai penisnya lagi. Rupanya dia pun sedang keasikan
mengerjain lobang pantatku. Malah tiba-tiba dia membebaskan dirinya
dari kangkanganku.
Dari lobang celah antara kedua pahaku dia beringsut keluar. Lalu
dia menungging dibelakangku. Dan mulai merimming pantatku dengan
mulutnya. Ohh..shitt..mulutnya nakal banget, lidahnya nakal banget,
jari-jarinya itu juga. Kok enak bangetthh..Ohh..Aku memejamkan mataku
menahan rasa nikmat itu. Lidah, mulut, dan jari Dino tak putus-putus
mengerjain lobang pantatku, sekali-kali dikocoknya juga batang penisku.
Tapi tiba-tiba aku merasa Dino menghentikannya. Aku kebingungan, aku
menunggu siapa tau dia akan melanjutkan lagi. Tapi tak ada tanda-tanda
Dino melanjutkan lagi. Aku menoleh ke belakang mencari tahu apa yang
terjadi, kenapa Dino menghentikan aksinya.
Kulihat dibelakangku Dino sedang memasangkan kondom ke penisnya
yang besar dan mengacung itu. Aku kaget, Mas mau ngapain..?" tanyaku
bergetar. Dino tak menjawab. Dino benar-benar lain, biasanya dia
cerewet, namun sepanjang persenggamaan ini dia benar-benar jadi orang
yang banyak bekerja sedikit bicara. Jari telunjuknya diletakkannya ke
mulutnya, memberi isyarat kepadaku agar tidak bicara lagi. Akupun diam.
Tak lama aku merasakan lobang pantatku mulai dijejali dengan sebuah
bongkahan benda keras, kenyal dan besar. penis Dino mencoba memasuki
lobang pantatku yang masih perjaka.
"Orgghh..orghh..orghh." aku mengerang-erang, kesakitan.
Namun Dino tak memperdulikannya, terus saja dia mencoba menjejali
lobang pantatku. Sedikit demi sedikit penis besar berkondom itu
memasuki lobang pantatku. Lobang pantatku terasa panas, perih. Aku
memejamkan mata menahan sakit. Namun untuk menolak keinginanannya aku
tak mau. Karena aku juga menikmatinya. Aku menahan rasa sakitku itu
hingga akhirnya aku rasakan bulu jembut Dino menggesek belahan
pantatku. Rupanya seluruh penisnya telah masuk semua. Tak kusangka anus
sempitku sanggup juga menelan batang keras dan besar itu. Arghh.. Dino
mendiamkan penisnya sesaat. Aku mengambil kesempatan itu untuk
meralakskan lobang pantatku sekaligus mengatur nafasku.
Tiba-tiba tanpa pake woro-woro terlebih dahulu Dino menarik
penisnya dan segera membenamkannya lagi. Memang tak seluruh penis itu
bisa ditariknya karena sempitnya lobang pantatku namun gesekan itu
cukup membuatku untuk menjerit. "Akhh.." aku benar-benar kesakitan.
Dino tak memperdulikan jeritanku, malah aksi tarik sorong itu kemudian
dilakukannya terus berulang-ulang. Awalnya pelan namun setelah penisnya
dapat beradaptasi dengan lobang pantatku, gerakannya cepat dan semakin
cepat. Aku pun menjerit-jerit. Untunglah kamarnya itu kedap suara,
sehingga jeritanku tak perlu mengganggu orang lain di rumah. Soalnya
selain kami, Bi Ijah tukang masak dan urusan dapur, Mang Diman supir
dan Mbak Ayu dan Mbak Jumi tukang bersih-bersih rumah, juga ada di
rumah itu.
Tak lama jeritanku mereda, bukan karena Dino menghentikan
gerakannya, namun memang kemudian gesekan penis Dino itu tak lagi
kurasakan sakit seperti tadi. Gesekan itu semakin lama semakin enak
kurasakan. Akhirnya jeritanku pun beralih menjadi erangan-erangan.
"engg..engg..engg..engg.." Keringat memabsahi tubuh kami berdua.
Goyangan Dino semakin binal dan cepat, nafasnya liar dan tak
beraturan, tangannya meremas pinggangku kuat-kuat. penisnya
mengaduk-aduk lobang pantatku. Mulutnya melumat-lumat leher belakangku,
giginya menggigit-gigit kecil disana. Tiba-tiba Dino melakukan gerakan
hentakan penis di lobang pantatku, dibenamkannya penisnya
sedalam-dalamnya di lobang pantat ku itu. Lalu kurasakan ada yang
menggelembung didalam pantatku. Aku yakin itu pasti ujung kondomnya
yang sudah dipenuhi dengan sperma. Gelembung itu terus membesar. Dino
mengeluarka sperma yang banyak kurasa. Dino lalu lemas, kelelahan
setelah menguras tenaga dan rebah diatas tubuhku. Tak tahan menahan
tubuhnya yang berat aku pun merebahkan diri di kasur empuk itu dengan
tubuh Dino diatas tubuhku. penisnya masih tersimpan dengan aman di
lobang pantatku.
Nafas Dino tak beraturan. Pelan-pelan dia mulai mengatur nafasnya
kembali. Aku tergeletak telungkup, menyadari apa yang baru terjadi. Aku
baru saja kehilangan keperjakaan pantatku. namun bagaimana dengan
keperjakaan penisku. Aku belum keluar apa-apa. Aku juga ingin merasakan
apa yang baru saja dirasakan oleh Dino, tapi bagaimana? Apakah dia mau?
Pelan-pelan aku mendengar dengkuran halus Dino diatasku. Dia sudah
tertidur rupanya. Benar-benar dia hanya memikirkan dirinya sendiri
saja. Tiba-tiba kembali aku kesal padanya. penisnya saja masih
menikmati kenyamanan lobang pantatku namun ia sudah melupakanku. Aku
marah padanya. Tanpa memperdulikan dia anak majikanku, kemudian aku
menolak tubuhnya kasar. penisnya terlepas dari lobang pantatku. Dia
terbangun. "Ada apa?!!" tanyanya bingung.
Tak kupedulikan dia lalu dengan kasar aku terlentangkan tubuhnya
dan aku tindih. Dino meronta-ronta. Mau dia rajin olahraga tetap saja
tubuhku lebih kuat darinya. Akhirnya seperti aksi UFC di televisi aku
berhasil membuatnya telentang pasrah dengan kedua paha mengangkang
lebar. Dengan paksa kumasukkan penisku yang besar itu ke lobang
pantatnya, tanpa kondom. Dia kelihatan protes, terlihat dari delikan
matanya, tapi mulutnya tak lagi bisa bersuara akibat telah kusumpal
dengan sobekan celana dalam miliknya. Dia terus mencoba melawan,
tangannya mencakar-cakar punggungku, namun itu malah semakin membuatku
bergairah. Dengan paksa penisku kubenamkan ke lobang pantatnya, delikan
Dino semakin lebar, aku yakin dia sangat kesakitan namun tak bisa
menjerit.
Aku sendiripun kesusahan memasukkan penisku ke lobangnya. Entah
karena penisku yang sangat besar atau karena lobang pantatnya yang
sangat sempit, sangat susah penis ku terbenam kesana. Keringat ku
kembali bercucuran. Namun aku paksa terus. Akhirnya batang itupun dapat
masuk namun hanya ¾ nya saja kurasa. Segera penis itu ku goyang tarik
tusuk. Sangat susah aku melakukaannya, aku merasakan penisku
dicengkeram sangan ketat. Namun terus kulakukan gerakan itu. Tapi dalam
tempo yang masih sangat lambat. Dibawahku Dino mencakarku dengan sangat
keras, aku rasa punggungku berdarah, mungkin dia sangat kesakitan.
Kondomnya terlepas akibat gesekan penisnya di perutku, spermanya tumpah
ruah di perut kami, menyebabkan daerah perut kami licin.
Tak lama goyanganku semakin lebih lancar, rupanya penisku sudah
dapat beradaptasi disitu. Akhirnya peniskupun dapat masuk seluruhnya,
goyanganku pun dapat kupercepat. Aku pandangi wajah Dino dengan senyum
menyeringai, sementara dia menatapku dengan tatapan sangat marah.
Goyanganku semakin pelan, dan aku lihat mata Dino mulai terkatup-katup,
aku buka sumpalan mulutnya. Dari mulutnya terdengar erangan-erangan,
dia sudah keenakan juga rupanya. Ketika dia membuka matanya aku
tersenyum seindah mungkin padanya, namun dia malah membuang muka
meskipun erangannya tak bisa disembunyikannya. Buktinya kedua tangannya
asik meremas belahan pantatku, dan pantatnya juga bergoyang lembut
membalas goyangan ku. "Dasar muna," kataku dalam hati. Tapi aku tak
peduli dia mau buang muka lagi atau enggak yang penting aku enak.
Goyanganku tetap kulakukan seintens mungkin. Dan dari erangannya aku
tahu si anak manja ini bener-bener keenakan.
Buktinya sekarang dia malah dengan bernafsu menggoyangkan pantatnya
naik turun menduduki penisku. Sementara aku telentang dibawah
meremas-remas dadanya. Wajahnya tetap saja tak mau melihatkau, kalau
tiba-tiba kami bertemu pandang dia cepat mengalihkan pandangannya,
namun tetap saja dia menggenjot-genjot.
Tiba-tiba aku merasa penisku akan meledak. Aku dorong dia, kupaksa
dia telentang tak kucabut penisku dari lobangnya. Lalu aku tindih dia,
kupegang kedua pipinya, kupandangi matanya. Aku ingin ketika muncrat
memandangi matanya. Kupaksa dia memandangiku. Lalu pantatku bergoyang
cepat-cepat-cepat.
"Hoh..hoh..hoh..hoh..hoh..hoh..hoh..hoh..,'" suara deru nafasku.
Kucium mulutnya dengan penuh nafsu ketika aku merasakan spermaku
melompat ke luar, menyembur-nyembur membasahi dinding-dinding anusnya.
Semburan spermaku begitu deras dan banyak. Aku merasakan lobang
pantatnya berkedut-kedut saat menyambut semburanku. Aku memejamkan
mataku menikmati sensasi semburan spermaku. Lalu kami pun ambruk diatas
tempat tidur. Tertidur, kelelahan.
TAMAT