Sepanjang tahun 2001 hingga 2002 kami melakukan banyak hal. Apapun kami
kerjakan berdua. Kedekatan kami seperti kedekatan sepasang kekasih.
Sangat melekat. Aku tahu sidat dan karakternya, suasana hatinya. Diapun
demikian. Dimana ada aku, di situ ada dia. Juga sebaliknya. Jika orang
ingin cari aku, maka yang ditanya adalah Alex. Kalau orang ingin cari
Alex, maka yang ditanya adalah aku. Setiap pagi malah saling
membangunkan lewat telepon. Kami pernah mandi bersama namun tidak
pernah melakukan hubungan seks karena kutahu ia straight.. Hanya saling
memperhatikan saja. Itupun aku berusaha untuk tidak ereksi.
Sangat sukar! Makanpun pernah sepiring berdua. Atau minum segelas
berdua.. Kadang setiap dia punya acara, maka aku yang pasti diajaknya.
Aku tetap menghormati dia. Bahkan ia berjanji tidak akan mengulangi
segala yang ia lakukan dahulu. Segala petualangan seksnya ingin ia
tinggalkan. Aku sangat menghormati keputusannya itu. Ia sangat
menyayangiku dan melindungiku seperti seorang Kakak kepada adiknya,
sedangkan aku menyayanginya seperti seorang kekasih. Ah, apakah bisa ia
menjadi kekasihku?
April 2002
"Gun, aku.. Aku.. Sudah.. Meniduri seorang gadis"
Ia menelpon ku dari Pontianak sambil menangis. Ia merasa telah
melanggar janjinya sendiri. Kudengar isak tangisnya diujung sana.
Akupun merasa seperti petir menyerangku disiang hari.
"Pulanglah, Lex!", pintaku sedih.
"Aku akan balik segera... Maafkan aku ya" jawabnya pelan.
"Aku maafkan" jawabku sambil menangis.
Juni 2003
Aku bertengkar dengannya. Sebuah pertengkaran yang seharusnya tidak
perlu. Aku merasa cemburu karena ia menyukai seorang gadis di Jakarta..
Ia tahu kalau perhatiannya akan terbagi. Dan ia tahu kalau aku cemburu.
Tapi aku begitu egois saat itu. Dengan segala cara kucoba agar ia tidak
menyukainya. Tapi kusadari, aku sudah terlalu jauh. Akhirnya aku
menyerah. Aku merasa akan kehilangan dia. . Sepanjang akhir tahun, aku
berusaha untuk menjauh darinya. Setiap malam aku terbayang akan
wajahnya. Aku berusaha untuk menyukai seorang gadis. Saat itu aku
berusaha mendekati gadis yang belum resmi menjadi pacarku. Namun hanya
bertahan 3 bulan. Itu karena aku menjauh darinya. Ketidakjujurannya
membuat aku sangat sedih. Ia jatuh dalam pelukan lelaki lain bahkan
terjebak dalam drugs. Sesuatu yagn sangat kubenci.
Akupun sempat bertemu dengan teman lamaku dikuliah, seorang wanita
yang kutahu kalau dia menyukaiku. Aku menemaninya sampai malam hari
untuk berkeliling Jakarta. Tengah malam, ia memintaku untuk ke Ancol.
Aku tahu maksudnya. Kutolak halus karena memang aku tidak memiliki
perasaan apa-apa. Apalagi dia masih gadis. Polos. Aku coba untuk
menghilangkan perasaanku pada Alex maupun kekecewaanku pada mantanku
hingga aku coba jajan ke panti pijat dengan seorang teman di daerah
Pangeran Jayakarta.
Seorang wanita muda yang cukup cantik dan seksi, memakai baju yang
sangat minim dengan tarif yang lumayan mahal, "Enam ratus ribu hanya
untuk 2 jam", pikirku.
Aku sudah telanjang didepannya. Tongkat kebangganku tidak mau bangun.
Sial, kucoba untuk berpikiran yang jorok-jorok. Sementara wanita
tersebut mulai memijitku dan meluluriku. Badannya seksi tapi kenapa aku
tidak bisa meresponnya. Akhirnya tongkat itupun bangkit dengan susah
payah. Tapi kembali lemas. Begitu terus hingga akhir sesi. Wanita itu
hanya tersenyum. Sepanjang sesi itu, aku hanya pasrah dengan pijatan
dan rabaannya. Aku nggak bisa berbuat apa-apa. Kudengar, temanku sudah
ber 'aha uhu' disebelah. Wah, sia-sia nih.
Aku pulang sambil menangis. Kutelepon Alex. Kuceritakan kalau aku
sudah pergi kepanti pijat. Dia kaget. Dia menyuruhku agar tidak
mengulanginya lagi. Tapi dia tertawa saat kukatakan bahwa aku tidak
bisa tidur dengan wanita itu, bahkan isi kantungkupun habis.
Januari 2004
"Gun, papaku meninggal"
Aku tersentak. Segera aku menuju rumah sakit tempat ayahnya
dirawat. Di sana sudah banyak kerabatnya. Segera kuhubungi seluruh
teman kami. Saat kudatang kerumah sakit, ia memelukku sambil menangis.
Kucoba untuk menenangkannya. Dia memelukku dengan lebih erat. 'Takkan
kubiarkan kau menangis. Takkan kubiarkan kau terkikis. Maafkan segala
sikapku selama ini. Maafkan aku, bukan maksud untuk melukaimu dengan
segala ucapanmu' Kulihat disudut ruangan, kekasih Alex yang juga
datang.
Dirumah duka, aku diajak menemui mamanya.
"Ma, ini Gunawan. Temen baik Alex" katanya.
Aku sudah mengenal seluruh keluarganya, tapi belum mengenal mamanya karena baru datang dari Singkawang.
"Sekarang Mama punya satu anak lagi" katanya sambil menarikku
kearah mamanya. Ya, ia sudah menganggapku sebagai Adik dan sahabat
terbaiknya.
Maret 2004
Aku hanya bisa tersenyum pahit saat Alex memintaku untuk menjadi
best friendnya saat ia akan menikah. Kucoba untuk tutupi kerisauanku.
Kukatakan, aku bersedia. Dalam hati aku menangis sedih. Hati ini
seperti kena batu godam yang besar. Hancur berkeping-keping. Malam itu,
sebelum hari pernikahan tiba, aku dan Alex berada dihotel untuk
persiapan. Aku sangat terpukul karena sesungguhnya aku mencintainya,
bukan sebagai Kakak, tapi lebih dari itu. Saat kami tidur bersama, tak
ada sepatah katapun keluar dari mulutku. Aku hanya berusaha untuk
tidur. Tidak seperti dahulu, kalau tidur kami sering berpelukan.
"Meskipun perih, kau tetap selalu ada didada ini."
Setelah ia menikah, aku jarang pergi bareng lagi dengannya. Aku
berusaha untuk menjaga jarak. Aku tidak mau menghancurkan kehidupan
orang yang aku sayangi. Ia selalu berusaha untuk mengajakku jalan-jalan
atau makan bersama atau nonton, tapi dengan istrinya juga. Jadi kami
berjalan bertiga. Maafkan aku Alex! Aku merasa cemburu bila kau tak
sendiri.
****
Tak seharusnya kita berjumpa
Karena diriku masih mencinta
Maafkan sikapku
Lupakan salahku itu
Aku menahan marah, rindu dan egoku
****
10 Juli 2004
Pagi itu aku beringsut dari tempat tidurku. Hampir setiap malam aku
termenung, meratapi apa yang sedang terjadi dalam hidupku ini. Bahkan
hari itu aku hanya tidur 2 jam. Aku bertekad untuk mengungkapkan apa
yang kupendam ke Alex.
"Punya waktu nggak pagi ini" tanyaku kepadanya.
"Punya dong, apalagi buat temanku ini" jawabnya.
Kami mncari tempat yang kosong di McD, waktu masih menunjukkan
pukul setengah sembilan. Jadi masih sepi. Kupesan hamburger dan
minuman. Ia sendiri tidak makan.
"Maafkan aku, Lex"
"Ada apa?"
Aku diam, lalu menangis didepannya seperti anak kecil. Kemudian
kuceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Ia menatapku. Aku tak bisa
menatapnya.
"Lex, aku sangat sayang padamu. Lebih dari itu.." aku terdiam dan kembali menangis.
"Aku tahu kalau kamu sayang padaku. Aku tahu kalau kau suka samaku.
Aku tahu segala perhatian dan kebaikanmu. Aku tahu apa yang ada
didirimu. Tapi, aku bukanlah orang yang suka dengan sesama jenis. Gun,
kau sudah kuanggap Adik dan aku tetap melihatmu sebagai lelaki normal.
Aku hanya ingin kau normal, Gun."
Ia memelukku, lalu menggandengku seperti yang pernah dilakukannya dahulu.
"Berusahalah agar kau bisa keluar dari masalahmu. Aku akan terus
membantu. Bulan Agustus kita akan jalan-jalan. Ok. Kita ke Batam, lalu
jalan-jalan ke Singapura. Kita bisa menginap dirumah pamanku" katanya
lagi.
Aku sudah menerima kenyataan kalau aku gay. Tapi didepannya aku
berusaha untuk tegar. Tidak mau menyakiti hatinya. Namun aku berjanji
tak akan menemuinya lagi.
****
Aku masih di sini
Mendekap hampa dihati
Hingga kini menghantui
Tentang arti hidup ini
Waktu terus berputar
Tanpa bisa menawan
Manisnya sgala sanjung puji
Menjadi pahit caci maki
Segala yang terjadi dalam hidupku ini adalah sebuah misteri ilahi
Perihnya cobaan hanya ujian kehidupan
Lelah kaki melangkah
Sesat tiada arah
Suara hati semakin lemah
Terkikis oleh amarah
Sesaat aku tersentak
Ingin rasanya berteriak
Masihkah ada cinta tersisa
Untuk jiwa yang terlunta
****
Saat aku menulis cerita ini, ia kembali meng"SMS"ku.
"Lapangkanlah hatiku yang sesak dan keluarkanlah aku dari
kesulitanku! Tiliklah sengsaraku dan kesukaranku dan ampuni segala
dosaku" Akupun menangis. Alex, maafkan aku! Sekarang aku hanya berharap
menemukan seseorang yang tepat untuk mencintaiku. Dan mau mengerti aku
apa adanya.
*****
Catatan Penulis
Kisah ini menjadi jawaban bagi seluruh teman-teman yang sudah
bertanya. Thanks. Sejak aku menulis kisahku yang pertama, sampai-sampai
aku harus menjawab email yang jumlahnya naik empat kali lipat. Wah,
sampai malem tuh jawabnya. Tapi thanks mau kirim email. By the way, aku
berusaha untuk membalas, kecuali email yang berisi virus. Dan untuk
teman yang ngajak "ML", terima kasih atas ketertarikan kalian, tapi aku
bukan tipe gay yang mengutamakan seks, maaf ya. Kita harus kenalan
dulu. Dulu mungkin aku tertarik dengan body dan seks. Sekarang itu jadi
nomor dua. Dan aku nggak mau segala yang pedih kembali berulang.
Yang ingin bertanya, silahkan email, ada beberapa kisah yang aku
nggak akan muat di sumbercerita.com, karena hal itu menyangkut
murid-muridku. Seluruh nama di atas sudah aku samarkan.
"Orang yang terbaik bagimu adalah dia yang mau berkorban untukmu
dan mau menerimamu apa adanya dan selalu mendukungmu. Jadilah orang
terbaik bagi seseorang yang kau cintai"
E N D