Sampai tak terasa akhirnya celana yang kupakai juga sudah terbuka
ritsletingnya. Dan dengan bernafsunya dia mulai mencumbui punyaku
dengan bibirnya walaupun saat ini aku masih memakai celana dalam.
Sampai akhirnya aku betul-betul tersangsang dengan cumbuannya itu dan
dengan suka rela aku lepaskan semua pakaianku yang memang sudah terbuka
semua kancingnya sehingga aku benar-benar dalam keadaan polos,
sedangkan Iwan dengan secara perlahan tetapi pasti mulai melepaskan
semua pakaian yang menempel ditubuhnya sehingga dia juga dalam keadan
polos juga. Kemudian dia seolah-olah mau menerkamku dan kami bergumul
entah berapa lama. Yang tadinya aku benar-benar merasa jijik dengan
perlakuan Iwan kepadaku, akhirnya sedikit demi sedikit aku mulai bisa
menikmatinya, walaupun aku belum bisa mencumbui lawan mainku seperti
Iwan mencumbuiku mulai dari atas sampai kebawah dan sebaliknya. Akan
tetapi aku hanya bisa bertindak pasif saja dalam melayani kemauan Iwan
pada diriku sedangkan Iwan begitu agresif dan aktif sampai-sampai aku
kewalahan dalam menerima cumbuannya sehingga tidak lama kemudian aku
mencapai puncaknya dan tak lama kemudian Iwan juga mencapai puncaknya
juga. Dan dipagi itu juga akhirnya kami berdua terkapar ditempat tidur
lagi dan akhirnya kami tertidur lagi tanpa sehelai pakaian yang melekat
ditubuh kami.
Setelah menjelang sore barulah kami bangun dari tidur kami dan
kurasakan tubuhku begitu pegal-pegal dan malas untuk bangun dan tidak
lama kemudian Iwan juga terbangun tanpa terasa aku mengelus-elus sambil
memijat-mijat punggungnya yang berkulit lebih putih bila dibandingkan
dengan kulitku yang agak hitam ini. Dan ternyata Iwan begitu menikmati
elusan dan pijatan tanganku dipunggungnya, karena aku sedikit banyak
mempunyai pengalaman pijat urat yang kupelajari dari orang tuaku.
Sehingga tangannya tidak kusadari sebelumnya sudah mulai meremas-remas
punyaku sambil sekali-kali mengecupnya. Sampai akhirnya adegan tadi
pagi terulang kembali akan tetapi tidak begitu lama dan tidak begitu
menguras tenaga seperti paginya. Setelah selesai, akhirnya kami mandi
bersama di bath tube yang ada dihotel itu sambil sesekali Iwan
mendaratkan ciumannya dibibirku, kami saling bermanja seperti layaknya
pengantin baru.
Hari-hariku selama bersama Iwan di Bali hampir sebagaian besar kami
gunakan untuk saling bercumbu rayu sampai akhirnya tiba waktunya Iwan
harus kembali kekotanya ketika aku mengantarkannya dibandara Ngurah Rai
karena dia akan pulang dengan naik pesawat. Ketika di lobby bandara
sebelum dia masuk keruang tunggu dia sempat memelukku cukup lama dan
membisikan ditelingaku
"Boy, aku sayang kamu, dan aku tak akan melupakan kamu, suatu saat kita akan bertemu lagi, sering-sering berkirim surat untukku"
"Baiklah, Wan" kataku perlahan.
Ketika Iwan akan masuk keruang tunggu diatas, dia mengambil tasnya
yang cukup besar kemudian dia membukanya dan mengambil sebuah amplop
putih yang cukup tebal dan kemudian diselipkan ke dalam tanganku,
sambil berlalu,
"Good bye Boy, see you later and don't forget me"
Aku hanya diam mematung sambil melambaikan tanganku tanpa ada
sepatah katapun yang keluar dari mulutku, karena aku merasakan ada
sesuatu yang hilang dalam diriku, dan aku sendiri tidak mengetahuinya
apa itu. Seakan hidup ini kembali hampa dan sepi kembali tidak ada
gairah lagi. Dengan langkah lunglai aku keluar dari lobby bandara
Ngurah Rai dan pergi degan tak tahu tujuan mana yang harus kutempuh
lagi. Sambil pikiranku terus berkecamuk tak tentu arah
"Apakah aku sudah jatuh cinta dengan Iwan, Apakah aku juga sudah menjadi seorang gay seperti halnya Iwan"
"Ketika aku berangkat dari kampungku, ketika aku meninggalkan
pacarku saat dia melambaikan tangannya dipelabuhan, tidak ada sesuatu
yang kosong dan hampa akan tetapi mengapa sekarang ketika aku
ditinggalkan Iwan aku banar-benar merasa hampa, Apakah aku seorang gay
juga. Yah apakah aku seorang gay" tanyaku dalam hati dan terus
pertanyaan itu muncul mengantar langkahku yang tak tahu arah tujuannya
ini.
Akhirnya langkah kakiku membawaku kembali kekawasan pantai Kuta
kembali dan aku kembali duduk termenung dipinggir pantai sambil
memandangi ombak yang bergulung-gulung, sambil meraba kantongku yang
berisi amplop putih yang cukup tebal pemberian Iwan. Dengan hati
berdebar kubuka perlahan amplop tersebut ternyata didalamnya ada cukup
banyak uang lembaran dua puluh ribuan yang tak kuhitung jumlahnya akan
tetapi terasa banyak bagiku dan baru kali ini aku memegang uang
sebanyak itu. Dan didalamnya ada secarik kertas kecil memo dari hotel
dengan tulisan tangan Iwan yang cukup singkat.
"Boy, I love you, aku sayang kamu, aku tidak dapat hidup tanpa kamu, Iwan"
Kumasukkan kembali kertas kecil itu ke dalam amplop putih pemberian Iwan, sambil terus merenungkan diriku sendiri,
"Apakah aku sudah menjadi pelacur laki-laki yang menjual dirinya, kehormatannya, harga dirinya hanya demi uang"
"Ah persetan dengan semuanya itu, pokoknya aku bisa mendapatkan
segalanya dengan uang yang kumiliki dan tak perlu kerja keras
membanting tulang lagi"
Senja dipantai Kuta mulai turun dan pemandangan matahari merah yang
mulai tenggelam seakan menghanyutkan aku dengan khayalan demi khayalan,
tanpa kusadari aku didekati oleh seorang turis bule, dan dengan bahasa
Inggris yang sangat pas-pasan kujawab pertanyaan bule itu, yang
akhirnya kuketahui bahwa dia tidak jauh berbeda dengan Iwan yang
akhirnya pada malam itu juga aku jadi budak nafsunya, sampai keesokan
harinya aku memulai petualanganku yang baru sebagai penjaja cinta
sejenis yang begitu semu. Karena seakan sudah terkenal dibelahan bumi
manapun kalau pantai Kuta adalah surga bagi turis mancanegara yang
terkenal dengan istilah Tripple S yaitu: Sun (matahari), Sand
(pasir/pantai) dan Sex.
Jadi dipantai Kuta adalah surga bagi yang menginginkan sex dengan
cara apapun karena disana juga banyak gigolo yang kalau siang hari
berprofesi sebagai guide selancar air, menyewakan payung pantai dan
sebagainya yang kalau diminta dengan senang hati akan melayani kemauan
turis-turis asing asalkan ada imbalan uang yang cukup banyak, apapun
akan dia lakukan tanpa rasa risih. Sehingga aku juga berpikir apakah
aku juga sudah menjadi salah satu bagian dari antara mereka itu. Akan
tetapi aku masih bersikap tertutup bila ditempat umum, tidak seperti
mereka yang begitu atraktif dan vulgar dalam memikat mangsanya.
Tidak terasa sudah dua bulan lamanya aku berpetualang di pantai
Kuta dan sudah tak terhitung lagi berapa banyak laki-laki yang sudah
kulayani baik itu turis dari manca negara maupun turis domestik yang
memerlukan variasi dalam kehidupan sexnya dan masalah finansial aku
tidak mendapatkan kesulitan lagi karena begitu banyak pemberian mereka
tanpa kuminta, mereka sudah memberikan lebih dari pada yang kuperlukan.
Sampai suatu hari aku kenal dengan seorang pemuda yang bernama
Anton dan dia berasal dari Surabaya. Pada saat itu juga aku teringat
akan tujuanku semula datang ke pulau Jawa yaitu untuk meneruskan
studiku, sehingga dengan senang hati aku menuruti ajakan Anton untuk
pulang ke Surabaya bersamanya. Didalam pesawat terbang dari Denpasar ke
Surabaya bersama Anton disisiku, aku merenungkan diriku kembali seolah
seperti film yang diputar ulang dari mulai pertemuanku dengan Iwan
sampai aku akhirnya menjadi pemuas nafsu laki-laki dan sekarang
petualangan baru yang bagaimana lagi yang akan kujalani dikota Surabaya
ini.
Setelah kurang lebih setengah jam lamanya diudara akhirnya pesawat
mendarat di bandara Juanda dan kami langsung memanggil taksi untuk
menuju rumah Anton dikawasan perumahan yang cukup elit di Surabaya
Barat. Untuk beberapa lamanya aku tinggal dirumah Anton dan tentunya
setiap malam kami tidak melewatkan cumbuan demi cumbuan, dan ternyata
kawan-kawan Anton cukup banyak sekali dan aku diperkenalkan satu
persatu dengan kawan-kawannya itu yang sebagian besar mereka juga dari
kalangan gay, sehingga aku akhirnya mempunyai relasi yang cukup banyak
juga, sampai akhirnya aku mendaftarkan diri menjadi mahasiswa disalah
satu perguruan tinggi swasta dikota Surabaya.
Dan setelah jadwal perkuliahan dimulai, aku pamit secara baik-baik
kepada Anton, bahwa aku akan kost saja didekat kampusku agar tidak
terlalu menyusahkan dirinya, walaupun dengan berat hati akhirnya dia
meluluskan permintaannku untuk pindah dari rumahnya. Setelah mengikuti
kuliah selama kurang lebih dua bulan lamanya, maka timbul rasa jemu dan
bosan sehingga tidak ada satupun mata kuliah yang bisa kuserap sampai
akhirnya aku benar-benar meninggalkan bangku kuliahku. Dan aku mulai
menghubungi kawan-kawan Anton yang pernah diperkenalkan kepadaku dulu.
Aku dengan basa-basi menawarkan jasaku untuk memijat apabila ada yang
merasa cape atau lelah, dan kalau dimintapun aku akan dengan senang
hati melakukan pelayanan yang lainnya asalkan aku memperoleh tambahan
uang jasa. Akhirnya jasa yang kutawarkan tersebut ditanggapai oleh
banyak orang dari satu mulut ke mulut yang lain, sehingga makin banyak
lagi yang menjadi langgananku menikmati pijat plus tadi.
Untuk menjaga privasi agar tertutup rapi dan tidak semua orang
disekitarku mengetahui profesiku, maka aku putuskan untuk mencari
tempat kost yang jauh dari keramaian, akhirnya kudapatkan sebuah tempat
kost dengan kamar ukuran dua kali tiga meter yang terletak disebuah
gang yang kecil. Dan agar lebih profesional lagi aku memakai sebuah
pager, semua relasiku kuberitahu nomor pagerku agar lebih cepat untuk
menghubungi aku kalau lagi memerlukan jasaku. Sedangkan alamat tempat
kostku tidak semua orang yang kuberitahu selain beberapa orang yang
kupercaya bisa menjaga privasiku dilingkungan tempat kost yang tidak
sedikit penghuninya. Jadi semua relasiku cukup menunjukkan tempat
dimana aku harus datang atau menyebutkan nomor telepon yang harus
kuhubungi.
Hari-hari yang paling menyibukkan bagiku dan merupakan panen bagiku
adalah setiap hari Sabtu dan Minggu, karena pada hari-hari tersebut
banyak relasiku yang libur dan butuh suasana relaks untuk mengendorkan
otot-otot yang lelah. Adapun relasiku bukan hanya dari kalangan
kawan-kawan Anton saja akan tetapi sudah meluas sampai kesemua lapisan
bahkan dari berbagai macam profesi ada yang dokter, dosen, guru,
manager dan juga dari kalangan selebritis juga sudah mengenalku dan
sudah tahu nomor pagerku bahkan ada pula pejabat pemerintahan yang juga
mengenalku Sehingga kalau ada show dari para selebritis Jakarta yang
datang, kadangkala aku sampai tiga hari tiga malam tidak pulang
ketempat kostku, karena aku harus melayani mereka secara bergiliran
kadang sehari sampai dua atau tiga orang.
Tidak jarang diantara mereka yang menawariku untuk bekerja
dengannya, membantu dibidang usahanya. Akan tetapi aku berusaha
menolaknya secara halus. Sampai saat ini empat tahun telah berlalu, aku
menggeluti bidang ini. Kadang aku berpikir sampai kapan aku terus
begini, memang dari segi finansial aku tidak kekurangan karena aku bisa
memiliki barang-barang dari jerih payahku seperti halnya televisi, mini
compo, motor untuk menemui relasiku bahkan aku juga bisa melengkapi
diriku dengan sebuah handphone sehingga kalau ada pager yang masuk aku
tidak perlu keluar menuju telepon umum seperti dulu lagi untuk membalas
pager tersebut. Sedangkan nomor handphoneku sengaja kurahasiakan dan
hanya beberapa orang saja yang mengetahuinya, itupun yang sudah menjadi
langganan tetapku.
Hingga saat ini aku belum mempunyai pekerjaan tetap dengan gaji
yang tetap pula. Pernah terlintas dalam benakku untuk mulai bekerja
dengan pekerjaan yang halal sebagai tenaga apapun, tapi aku jadi takut
dengan penghasilanku yang mungkin pada permulaannya gaji yang bakal
kuterima sekitar 300 sampai 400 ribu sebulannya, karena aku hanya
mengandalkan ijasah SMU saja sedangkan aku hanya menikmati bangku
kuliah selama kurang lebih dua bulan, jadi belum ada keahlian khusus
yang kudapatkan. Ini yang menjadi dilema dalam kehidupanku kalau
bekerja secara halal aku harus memperhitungkan semua pengeluaranku
rutin secara hemat sedangkan dengan keadaanku seperti saat ini mungkin
penghasilanku selama sebulan bisa melebihi yang sudah mengantongi
ijasah tingkat sarjana.
Para pembaca yang budiman berilah kepadaku jalan keluar yang
terbaik agar aku boleh menjadi orang yang benar-benar berguna bagi
diriku sendiri dan bagi keluargaku, karena sampai saat ini masih belum
terlintas dalam pikiranku untuk hidup membina satu keluarga yang
bahagia. Dan keluargapun yang di kampung juga belum mengetahui profesi
dari anaknya yang jauh di rantau, mereka masih mengharapkan aku tekun
belajar dan menjadi seorang sarjana yang baik.
E N D