Budi seorang pemuda lugu dari Sukabumi itu
pergi meninggalkan desanya karena dipaksa menikah oleh orangtuanya.
Orangnya yang putih, berbadan atletis dan imut itu memang sudah berusia
25 tahun tapi rasa ketertarikannya pada sesama jenis membuatnya ia
tidak pernah melirik seorang gadis pun, yang ia harapkan hanyalah dapat
hidup bersama dengan seorang lelaki yang menyayanginya. Dia datang ke
Jakarta untuk mencari pekerjaan, dan akhirnya diterima sebagai penjaga
rumah oleh Pak Herman.
Pak Herman seorang duda berusia 40 tahun dicerai istrinya tiga
tahun lalu karena dirinya mandul, hal itu membuat dirinya frustasi dan
benci sekali pada setiap wanita.
"Sudahlah kamu bekerja disini saja menjaga rumah saya dan menemani
saya untuk teman ngobrol ya.. Bud? Karena saya disini hanya tinggal
sendiri" kata Pak Herman.
"Baik Pak saya akan bekerja sebaik mungkin." Kata Budi dengan lugunya.
Sudah sebulan Budi bekerja di rumah tersebut, Pak Herman mulai
tertarik dengan keluguan Budi dan kejujurannya. Ia paling senang kalau
Budi memijitnya, karena dengan hal itu ia langsung terangsang dan
paling-paling ia hanya melampiaskannya dengan onani. Pernah suatu kali
setelah Budi selesai memijat, dia kembali lagi kekamar Pak Herman
karena akan mengambil minyak angin yang tertinggal, ia terkejut melihat
Pak Herman telanjang bulat sambil tiduran diatas ranjang. Budi lalu
bersembunyi dibalik lemari dan dilihatnya Pak Herman yang telanjang
bulat itu sedang mengosok penisnya dengan tangan kanannya sementara
tangan kirinya meremasremas dadanya.
"Woow.. Pak Herman sedang onani!" bisiknya dalam hati.
Seakan tidak mau ketinggalan sedetikpun ia amati terus permainan
Pak Herman. Kini Budi pun ikut terangsang, lalu dia menggosok-gosokkan
penisnya ke lemari tapi karena tidak puas akhirnya tangannya pun main
juga, ia lepas celananya lalu dikocoknya penis itu dengan tangannya.
Sementara itu Pak Herman mulai menekuk kakinya lalu mengangkat
pinggulnya tinggi-tinggi sehingga penisnya yang besar itu mencuat
keangkasa bagaikan tugu monas dengan ujung yang bulat kemerahan,
nafasnya menderu suaranya yang berat terkadang menyebut nama Budi.
"Ooohh.. Budi.. Rasakan nikmatnya ini.. Aahh.."
Budi gemetar ketika mendengar namanya disebut, kemudian ia melihat
Pak Herman bergerak kesana kemari sehingga membuat sprei ranjangnya
menjadi berantakan, hampir sepuluh menit berlalu dan akhirnya posisi
Pak Herman kemudian berubah menjadi setengah jongkok, badannya ia
sandarkan di ujung ranjang, kepalanya menatap ke atas lalu ia
mempercepat kocokan penisnya dan menjadi lebih dalam, matanya memejam
lalu ia mengejan menahan nikmat dan mengerang keras..
"Oooahh.."
Saat itu juga Budi melihat penis Pak Herman menyemburkan cairan
putih kental keudara dan berhamburan jatuh diatas sprei yang putih
bersih. Pak Herman lalu terduduk lemas, kemudian ia menjilati tangannya
yang penuh dengan air mani sambil terkadang sesekali ia masih menggosok
penisnya yang mulai layu. Budi yang tadi juga ikut mengocok penisnya
lalu mempercepat gerakannya.
"Wah tanggung dikit lagi.. Oohh.. Oohh."
Dan akhirnya..
Croott.. Croott..
Cairan putih kental milik Budi membasahi lemari dan lantai, Budi
panik dan langsung lari meninggalkan kamar Pak Herman menuju kamar
mandi untuk menyelesaikan urusan penisnya yang belum kelar. Peristiwa
itu membuat Budi selalu membayangkan Pak Herman.
"Alangkah senangnya jika aku bisa bermain onani bersama Pak Herman" pikirnya.
Pada suatu sore ia meminta dipijit Budi tetapi kali ini ia sengaja
meminta Budi untuk memijit dadanya karena nafsu birahinya sudah tak
tertahankan. Sementara Budi yang mulai tertarik dengan Pak Herman
merasa senang bila ia meraba dada Pak Herman yang agak berbulu itu, ia
tersenyum dan berharap Pak Herman senang dengan pijitannya dan setelah
itu dia dapat melihat Pak Herman onani lagi karena pijatannya yang
sensual itu. Ia menatap wajah Pak Herman yang ganteng itu,
rambut-rambut tipis yang mulai tumbuh dibekas kerokan jenggot, jambang
dan kumisnya semakin membuat Pak Herman terlihat gagah, bibirnya yang
seksi seakan ingin membuat Budi untuk menciumnya.
Saat Budi menatap wajah Pak Herman tibatiba Pak Herman juga menatapnya,
"Kenapa Bud kok memandangi saya terus?"
Budi terkejut, wajahnya yang putih itu langsung kemerahan, hal ini semakin membuat Pak Herman penasaran.
"Apakah Budi itu seorang homoseks ya..? Tapi kalau dilihat dari
caranya memandangku kok sepertinya iya? Apa Budi mau ya.. kalau aku
mencoba untuk bermesraan dengannya? Apakah Budi juga senang
terhadapku?" Pak Herman mulai bimbang, lalu tanpa sadar ia membelai
wajah Budi.
"Wah pijitanmu enak pasti pacarmu seneng kalau kamu mijitin dia" pancing Pak Herman.
"Wah saya belum punya pacar pak," katanya.
"Wah anak seganteng kamu masa belum punya pacar, rugi dong. Gimana kalau kamu lagi ngebet, ntar main gituan sama siapa?"
"Ngebet gimana pak?" kata Budi bingung.
"Ngebet itu kalau nafsumu lagi bergelora emang kamu enggak pernah onani?"
"Ah bapak saya jadi malu. Ya.. Pernah sih Pak tapi jarang, takut berdosa."
"Eh Bud kamu pernah berciuman belum?" Pak Herman mulai memancing lagi.
"Belum pak." Kata Budi tersipu.
"Apa? Belum pernah, wah payah. Sini aku ajarin," kata Pak Herman semangat, lalu ia bangkit dan memandang Budi.
Budi duduk diranjang Pak Herman sambil memandangnya, dia bingung.
Pak herman lalu memegang dagu Budi dengan penuh nafsu dia lalu
menempelkan bibirnya ke bibir Budi, Pak Herman mulai melumat bibir
Budi, setelah itu dia berhenti.
"Gimana Bud enakkan?" Budi hanya terdiam, bibirnya masih terbuka sesekali ia menelan ludah karena tercengang.
"I.. Ii.. Aa enak pak"
Budi lalu berdiri, ia menatap Pak Herman tak percaya sementara Pak Herman pun terdiam.
Mereka saling bertatapan lalu tanpa ada perintah mereka berciuman
lagi tetapi kali ini lebih liar, bibir Pak Herman melumat bibir Budi,
lalu lidahnya dimasukkan ke dalam mulut Budi, Budi pun langsung
menerima dan menghisapnya, kemudian ganti lidah Budi yang dihisap Pak
Herman. Setelah puas mereka berhenti.
"Bud gimana kalau kita mencoba.." Pak Herman terdiam, ia bingung
"Terus terang aku juga belum pernah melakukan ini.. Tapi.. Kau tahu
sudah tiga tahun aku haus akan cinta, dan kini kamu muncul membuat
cintaku segar kembali. Aku harap kamu mau berkorban untukku Bud? dan
demi cintaku padamu apapun akan ku lakukan"
Budi menitikkan air mata lalu berkata, "Dalam keadaan menderita
bapak masih sempat menolong saya, kasih sayang bapak yang tulus kepada
saya tak akan bisa saya lupakan, apapun yang bapak inginkan akan saya
turuti"
Pak Herman lalu tersenyum dan mencium kening Budi. Kemudian ia
menyuruh Budi untuk melepas pakaiannya, Budi bingung tapi ia tahu apa
yang diinginkan seorang lelaki yang haus cinta ditambah nafsunya yang
selama ini terpendam lalu tibatiba membara membuatnya hanya bisa
mengikuti ajakan Pak Herman, kemudian ia melepas pakaian Pak Herman
lalu celananya hingga Pak Herman telanjang bulat.
Kemudian Pak Herman ganti melepas pakaian Budi, saat celana
dalamnya akan dilepas Budi memejamkan mata, ia malu tapi pasrah dan
akhirnya Pak Herman melihat sebuah sosis putih kemerahan didalam sarang
yang lebat yang selam ini diidamidamkannya nafsunya makin bertambah
lalu diciumnya penis yang tak berdosa itu.
"Kita mau ngapain pak, saya nggak tahu?"
"Tenang Bud, saya pernah melihat adegan ini di film blue"
"Tapi kita kan laki-laki pak, gimana caranya.."
Walaupun Budi juga seorang gay, tapi ia sama sekali belum pernah
melihat adegan hot seperti itu apalagi antara laki-laki dengan
laki-laki.
"Ala.. enggak ada bedanya kok, cuma ada sedikit modifikasi malah
lebih aman, kita enggak bakalan hamil, lagi pula saya juga belum pernah
melakukannya jadi kita sama-sama belajar."
Pak Herman lalu memandang penis Budi lagi, "Wah penismu kok enggak
bangunbangin sih Bud, kan sudah saya cium, sini aku bangunin ya."
Pak herman yang sudah ngebet langsung memeluk Budi agar penisnya
bisa bergesekan dengan penis Budi. Pak Herman lalu mendorong Budi
sampai terjatuh diranjang, dia lalu membuka pahanya, ditatapnya penis
yang berwarna putih dengan kepala yang kemerahan itu tersembunyi
diantara rambut-rambut yang subur. Pak Herman gemetar, air liurnya
mulai menetes lalu dengan perlahan dia mulai menjilati penis Budi yang
masih tidur. Jilatan-jilatan itu terus dilakukan mulai dari buah
zakarnya terus naik sampai kepala burung yang berwarna kemerahan itu
hingga basah oleh ludah.
"Ohh.. Aduh Pak jangan.. Ohh"
Budi menggeliat sambil mengerang keenakan kakinya malah dia buka
semakin lebar sementara tangannya meremas rambut Pak Herman karena
tidak kuat, Pak herman tersenyum melihat tingkah budi yang mulai tidak
karuan.
"Terus Bud enggak usah malu kalau mau teriak"
Penis Budi pun tibatiba langsung berdiri kokoh, Pak Herman
tercengang kemudian dengan lembut dibelainya penis itu lalu
diremas-remas sambil dikocok perlahanlahan terkadang Pak Herman tak
kuasa untuk menjilatnya seperti permen lolypop, jantung Pak Herman
berdetak kencang karena dia sendiri baru kali ini memegang penis orang
lain bahkan menjilatnya lalu mulai mengulum penis itu dengan raguragu.
Tapi karena nafsu homoseksnya yang selama ini terpendam sudah tak
tertahankan lagi dia masukkan seluruhnya ke dalam mulutnya sambil
digosokkan dengan lidahnya, sepertinya Pak Herman mulai kesetanan dia
melakukan seperti yang ada di film porno. Budi mulai mengerang keenakan
dia merasa ada sesuatu yang hangat dan basah menerpa penisnya.
"Ahh.. Aduh.. Jangan Pak saya nggak kuat ohh.."
Aduh seluruh tubuh Budi terasa lemas dan pasrah karena kenikmatan
yang luar biasa itu, matanya merem melek, mulutnya terus mendesah
bahkan pinggulnya ia goyangkan kesana kemari, maju mundur untuk
menandingi jilatan-jilatan Pak Herman.
"Ooohh.. Aahh.. Rasanya ada yang mau keluar pak.. Terus Pak lebih cepat lagi."
Budi semakin menggeliat baru kali ini dia merasakan nikmat yang
tiada tara jauh lebih nikmat dibanding onani, tiba-tiba budi merasa
pasrah tangannya menggenggam kuat, perutnya mengejan dan pantatnya
terangkat lalu..
Crot.. Crot.. Crot
Air maninya keluar.. "Uuaahh.. Aahh.. Aahh"
Pak Herman tidak menyianyiakan kesempatan itu, lalu dia telan semua
air mani Budi sambil terus dia jilati, sebagian air mani itu mengenai
wajah Pak Herman. Budi terkapar lemas tak berdaya. Pak herman lalu
bangkit dia tersenyum.
"Gimana Budi enakkan?" tetapi Budi cuek saja karena dia masih menikmati kejadian tadi.
Lalu Pak Herman mulai merayap naik, posisinya kini berada diatas
budi sambil terus menjilati perutnya dan terus naik ke dadanya lalu
mulai menciumi leher sampai akhirnya dia memandang Budi, lalu
dipeluknya Budi. Budi menjadi terangsang lagi karena bulu dada Pak
Herman yang agak kasar itu mengenai dadanya yang licin, dalam keadaan
telanjang itu penis Pak Herman digosok-gosokkan keperut Budi tak lupa
pula ia menciumi bibir Budi. Budi tersenyum lalu dia membalas
menciumnya tangannya mulai nakal, ia meremas pantat Pak Herman sambil
sesekali jari telunjuknya menusuk lubang anus Pak Herman.
"Sekarang gantian ya Bud, bapak juga kepingin."
Pak Herman lalu memutar badan sehingga posisi Budi kini diatas.
"Tapi.. Pak, saya belum pernah Pak menjilat anu bapak."
"Sudah lakukan seperti yang aku kerjakan tadi, Bud"
Budi lalu mulai merangkak turun, kepalanya kini tepat berada di
depan penis Pak Herman yang besar dan berdiri kokoh. Dilihatnya rambut
yang tebal mulai dari bawah pusar sampai disekitar penis Pak Herman
yang agak kehitaman, rasanya ingin muntah tapi dia tidak berani
menolaknya apalagi dari dulu ia memang ingin sekali memegang penis
orang lain dibanding memegang vagina seorang cewek, lalu dipegangnya
penis itu akhirnya dia mulai menjilat penis Pak Herman.